Gairah, Sosok Heru 21+

1223 Kata
Seperti biasa, Nata bangun kesiangan kali ini, tubuhnya remuk keseluruhan. Melakukan hubungan keintiman dengan Andre tadi malam benar-benar buat ia tidak dapat menolak lagi. Rasanya dia malas banget untuk bangkit dari tidurnya, sayangnya hari ini ada mata kuliah akan ujian. “Aduh... malas banget bangun, pegal semua tulang belulang!” gerutu Nata merebah tubuh diatas tempat tidur. Suara pintu terbuka, Andre masuk ke kamarnya. Mendapati tubuh Nata tengah posisi melengkung seperti bayi mungil tengah lelap dalam tidurnya. Ia pun duduk di tepi tempat tidur miliknya, disingkirkan rambut menutupi wajah itu. Nata masih memejam matanya rapat-rapat, benar dia sedang tidak ingin membuka kedua matanya. Rasa kantuk masih menyerangnya. Andre mengelus pipi mulus itu, benar licin banget, semut pun ikut tergelincir. Nata merasa terganggu oleh elusan seseorang pada pipinya. Dibuka kedua mata itu dan mendapati sosok lelaki yang benar disayanginya. Andre menatapnya intens tanpa mengucapkan satu kata dari mulutnya. Ia suka banget lihat wajah abangnya itu. Benar ganteng, serasa mirip Idola Justin Bieber. “Ayo, bangun! Sudah terlambat ke kampus.” Giliran Andre membangunkan adiknya itu. “Masih mengantuk!” celanya meluruskan tubuhnya yang sangat kaku itu. Andre membantu Nata untuk segera bangkit dari tempat tidurnya benar sangat manja sekali, ini yang paling disayangi olehnya. Apa tidak cinta mati terus sama adik sendiri. Seandainya Nata ini bukan adik kandungnya, mungkin sudah dinikahinya. “Ayo, bangun! Kalau kamu tetap malas begini, Abang bakalan mandiin kamu!” ancam Andre buat Nata menegang beku. “Jangan, deh, oke, Nata mandi. Abang tunggu di bawah saja. Nanti Nata menyusul,” serunya turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Di meja makan, Robert sedang menikmati sarapan tanpa ada yang mengganggu. Andre ikut bergabung di meja makan mengambil satu potong roti dioles selai jam strawberry hanya satu gigitan penuh di mulutnya. “Andre, nanti malam, Om mau bicara sesuatu penting sama kamu,” Robert bersuara. “Baik, Om,” sahut Andre selesai dengan satu potongan roti. Kemudian Nata ikut bergabung di meja makan, sama dengan Andre lakukan sepotong roti ditaburi jam strawberry. Digigit setengah di mulutnya itu. Robert melipat surat kabar dan untuk bersiap berangkat kerja. Robert tidak pernah berbicara dengan Nata. Nata sendiri merasa biasa saja kadang ada rasa batin terhadap Om-nya. Bedanya itu waktu masih kecil Nata sangat dekat banget dengan Om-nya. Sekarang saja serasa canggung banget. Paras wajahnya saja mirip banget dengannya. Dalam perjalanan menuju kampus, Nata teringat masa lalu waktu di mana Pamannya berikan satu boneka yang sangat disukainya. Boneka penguin. Begitu lucu dan imut. “Apa yang kamu pikirkan?” tanya Andre bersuara. “Aku hanya teringat waktu Om Robert kasih boneka penguin saat Nata dijahati sama teman – teman,” jawabnya. Andre juga ingat, itu momen sangat menjengkelkan baginya. Teman sekolah pada sirik saja sama Nata walaupun paras wajahnya tidak mirip dengannya. *** Berada di kampus, berjalan sambil melamun bukanlah Nata sebenarnya. Tidak biasa dia melamun hal tidak penting itu. Sehingga menabrak seseorang di depannya. Membuat dia terperanjat dan meminta maaf. “Maaf,” dilanjutkan kembali melangkah tanpa melihat siapa yang dia tabrak itu. Banyak pikiran apa saja di dalam otaknya. Terhenti ketika seseorang memegang lengannya dari belakang, Nata menoleh lalu mengangkat kepalanya, Heru tengah memperhatikan sosok cewek yang dinantinya itu. Cukup lama, menatap kedua mata mereka bersamaan. “Ada apa, ya, Pak?” tanyanya. “Saya ingin bicara, bisa ke kantor sebentar,” jawab Heru cepat dan jelas. “Tapi, saya ada jadwal ujian untuk–" “Sebentar saja!” tukasnya melangkah. Ia kembali mendengkus kesal dengan dosen satu ini. Seumur – umur enggak pernah jumpa seperti dia. Mau tak mau pun mengikuti perintahnya, memang apa yang mau dibahas sih? ~ batinnya dalam hati. Berada di kantor, ia lebih menyukai berdiri daripada duduk berhadapan dengan dosen menyebalkan ini. Absen lagi untuk ujiannya, kapan nilainya bisa dapat A+ kalau tiap hari dapat masalah bertubi-tubi. “Kamu sudah tahu jadwal hari ini, apa?” Heru bertanya kepada Nata. Ia sendiri tidak mengingat terlalu banyak pikiran sampai lupa kalau dia sudah menangani kontrak sebagai asistennya. “Hem... jadwal apa, ya, Pak?” Ditanya kembali olehnya. Heru berdiri dari duduknya lalu mendekati Nata yang pelupa itu. Dimundur sedikit kepalanya karena posisi ini terlalu dekat. “Jadwal mengoreksi hasil nilai ujian mata kuliah,” jawab Heru mengingatkan padanya. Ia melebarkan kedua bola matanya, dia hampir lupa. “Ya ampun! Saya lupa, jadi bagaimana ini? Saya ada jadwal ujian manajemen. Enggak mungkin saya absen, kan, Pak?” seru Nata sampai lupa, waktu terjepit. “Soal ujian nanti saya bantu kamu, sekarang kerjakan dulu yang ini.” Diberikan satu tumpukan kertas padanya. Nata Terperangah tidak percaya sama sekali. “Sebanyak ini? Enggak dapat gaji jajanan lagi!” protesnya. Heru mendengar tidak menanggapi masih belum waktu untuk serius, sampai semua berjalan normal. Barulah rencana itu berjalan mulus seperti aspal tol. •••• Kepala Nata pusing melihat angka di kertas, ini yang  paling ia kesali. Semua angka sama, tidak ada yang salah dalam jawaban. Akhirnya kelar juga diluruskan tulang – tulangnya itu. Sudah waktunya dia beres – beres, Heru masuk membawa bungkusan diplastik. Tepat sekali ia juga sangat lapar. Ah... baiknya si Dosen ini. “Makan dulu, saya tahu kamu belum makan dari tadi,” katanya meletakkan bungkusan di meja. Ia urungkan untuk kembali ke kelas, padahal perutnya sangat lapar, Hamburger makanan kesukaannya. Diambil tanpa basa-basi lagi, satu gigitan penuh pada mulutnya sampai saus sambal pun mengenai sudut bibirnya. Kedua matanya melebar apa yang dilakukan oleh dosen ini barusan, diemut jari dan dibersihkan tanpa tersisa, terus degupan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Heru menjilat sudut bibir yang dipenuhi oleh saus sambal itu. Penyakit gairahnya bangkit semangat. “Hmm... Pak! Berhenti! Apa yang Bapak lakukan?” Nata tersadar mendorong tubuh Heru darinya. Tidak peduli orang mengatakan kalau dia adalah gila seksual. “Saya memerlukanmu, Nata,” ucapnya mencondongkan tubuh sangat dekat. Ia tidak dapat menghindar, Heru berbeda dari sikapnya. Nata mencari cara agar pergi dari tempat itu. “Maksud, Bapak, apa? Saya tidak mengerti ucapan, Bapak!” tuturnya. “Saya menginginkanmu!” balasnya. Dicium lehernya membuat dia tidak suka dengan sikap aneh dari dosennya itu. Ini pelecehan namanya, dia terus meronta-ronta untuk tidak dinodai. Baju Nata robek seketika, ia kejut bukan main, mendorong kuat. Dia ingin kabur dari ruangan ini. Heru malah santai membiarkan nata membuka pintu itu. Tidak ada tanda pintu terbuka, satu tangan menghalangi tindakannya. Dibalik tubuhnya, tatapan menyeramkan dari Heru buat Nata ketakutan. Memohon kepadanya untuk tidak mencoba hal tidak bermoral itu. “Please, Pak. Jangan lakuin ini. Saya masih—" Tidak ada kesempatan untuknya melanjutkan kata-kata, Heru membungkam mulut itu menggunakan bibirnya. Membuat cewek ini memukul, mendorong badan tegap bidang itu tetap nihil tidak ada respon sama sekali. Heru semakin buas melumat seperti jilatan ice cream yang meleleh. Ia tidak dapat meronta lagi, terhanyut dengan ciuman panas dari dosennya. Luluh dengan kasar menjadi lembut. Tangan Heru menarik pinggang Nata lebih dekat pada tubuh depannya dapat dirasakan bagian depan milik cewek ini menekan.lanjutkan kata-kata, Heru membungkam mulut itu menggunakan bibirnya. Membuat cewek ini memukul, mendorong d**a tegap bidang itu tetap nihil tidak ada respon sama sekali. Heru semakin buas melumat seperti jilatan ice cream yang meleleh. Ia tidak dapat meronta lagi, terhanyut dengan ciuman panas dari dosennya. Luluh dengan kasar menjadi lembut. Tangan Heru menarik pinggang Nata lebih dekat pada tubuh depannya dapat di rasakan bagian depan milik cewek ini menusuk. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN