06

1463 Kata
______________________ Benarkah rasa ingin bertemu dinamakan rindu? Lalu yang aku rasakan saat ini apa dinamakan rindu? Aku hanya ingin melihatnya. ______________________ "Astaga Bianca! Bangun bi. Ya Ampun. Rara! Dian! Cecep!" Mak cik terkejut setengah mati melihat Bianca terkulai lemas tak berdaya di lantai meja tempat Brandon makan siang baru saja. Uang tunai dengan jumlah tak sedikit berada di atas meja. Sebuah note tertulis disana. Bawa dia kerumah sakit. Dia harus cepat sembuh! Dia belum melakukan tugasnya untukku. Gunakan uang diatas meja. "Pria b******k itu memang tidak punya perasaan!" Umpat mak cik meremas note yang tertempel diatas meja. Rara, Dian dan Cecep menghampiri mak cik. Saat mereka sudah berada di tempat mak cik ketiga pasang mata pelayan restoran tersebut sama sama membulat terkejut. Tanpa komando ketiganya ikut panik. Di tepuk tepuk wajah Bianca berharap gadis itu akan sadar. Tapi tidak ada reaksi. "Cecep siapin mobil. Kita bawa Bianca ke rumah sakit!" Perintah mak cik. "Iya mak cik." "Rara sama Dian bantu mak cik angkat Bianca" "Iya mak cik" Mereka akhirnya menutup Restoran, mak cik menelfon anaknya Rendy untuk menjemput Aiden dari sekolah. Untung saja saat itu Rendy sedang jam makan siang sehingga tidak ada halangan untuk menjemput keponakannya. Rendy adalah manager di perusahaan Calemous Tempat ayahnya bekerja, bedanya ayah Rendy yang tidak lain suami mak cik menjabat sebagai direktur bagian departement iklan. Sedangkan Rendy sebagai manager departement iklan tersebut. "Rendy kamu bisa jemput Aiden?" Tanya mak cik di telfon. Wajahnya tetap panik. Di pangkuannya ada Bianca dengan wajah pucatnya. Tangan mak cik yang satunya ia gunakan untuk mengelap keringat di pelipis gadis itu. "Iya ma bisa, kenapa ma? Mama sibuk banget?" "Bukan Ren, ini mama nganter Bianca kerumah sakit. Pingsan dia gara gara ulah boss b******k kamu itu" "Hah? Maksud mama apa? Siapa? Boss rendy kan papa? Maksudnya gara gara papa" "Aduh ya bukanlah, boss kamu itu yang punya perusahaan tempat kamu kerja. Dia b******k udah bikin Bianca pingsan kaya gini" "Loh? Pak Brandon gitu maksudnya? Kok bisa ma? Emang pak Brandon ke restoran mama? Ngapain?" "Aduh Rendy panjang ceritanya. Kamu jemput Aiden. Ini mama perjalanan ke rumah sakit. Nanti deh mama ceritain. Udah mama tutup ya" "Iya ma. Ati ati ma" "Iya." Tut. Tak terasa mobil mak cik sudah berada di pelataran UGD. Buru buru perawat membawa Bianca dengan kasur dorong rumah sakit. Mak cik dan ketiga karyawannya sudah sangat panik. "Gimana ya Bianca? Dia diapain sih sama brandon calemous itu? Apa brandon itu suka kali ya sama Bianca? Masak setiap hari makan siang maunya di suapin Bianca. Maksudnya apa?" "Bisa jadi mak cik, Bianca kan baik. Dia juga cantik, perawakannya kalem. Siapa yang gasuka mak cik." Dian menyahuti ucapan atasannya. "Ya tapi kan Bianca itu masih kecil, masih 19 tahun. Buat ukuran orang dewasa kaya Brandon calemous itu masih kecil. Yang mak cik denger dari suami mak cik dia udah punya 2 perempuan mateng, cantik kaya ukiran dewi lagi. Emang dasarnya b******k dia! Kasian Bianca, dia udah yatim piatu, di gangguin sama laki laki b******k macam brandon itu!" Mak cik masih mengutarakan kekesalannya. Ia mengoceh mengumpat b******k atasan suami dan anaknya bekerja. "Kasian Bianca." Ucap Rara merasa iba. "Mak cik gatahu lagi gimana buat jauhin Bianca dari Brandon. Pria itu banyak koneksinya. Ditambah yang mak cik liat dia ngincer Bianca. Entah apa yang dia incer, yang pasti Brandon gaakan berhenti kalo yang dia incer belum didapetin." "Ya kita usahain mak cik, kalo ada Pak Brandon di restoran kita Bianca gausah muncul dulu." Jelas Cecep. "Kamu bener cep, yaudah kita berdoa semoga Bianca baik baik aja" "Iya mak cik" _____ "Ouhhh" Brandon usai melakukan pelepasan di dalam Cecilia. Ia terkulai lemas di atas ranjang dengan Cecilia masih bergelanyut manja pada tubuh Brandon. Pria itu marah tanpa sebab, seharusnya yang bergelanyut manja saat ini adalah Bianca, tapi karna gadis itu sakit ia tidak bisa menikmati setiap jengkal tubuhnya. Brandon benci saat pikirannya di ganggu oleh siapapun. Dia berwatak sangat keras, hatinya juga keras. Brandon benci dibantah. Sangat benci. Mungkin di kehidupan sebelumnya dia adalah seorang raja yang kejam dan bengis sehingga di kehidupan ini brandon masih sama. Seorang Raja yang kejam dan bengis. Tidak menerima bantahan, apa yang ia mau harus menjadi miliknya. Itulah brandon. Ia tidak perduli di benci siapapun. "Cecilia. Aku ingin bertanya padamu" Tanya Brandon. Wajahnya menatap langit langit kamar. Ia tidak perduli Cecilia yang meraba tubuh kekarnya. "About?" "You, when i get your virgin. What do you feel? Are you hate me? Or what? Tell me Cecilia" "I love it Mr. Really love it." "Just that?" "i'm was scared. But, after you do it. Its amazing. Kau memuaskanku tuan. I love you." Ucapan lembut Cecillia sangat menggoda, tapi bukan untuk seorang Brandon. "Kamu tahu cecilia? Kamu itu nakal! Kamu hanya jalang. Aku memelihara 2 jalang untuk memuaskanku. Bukan untuk mencintaiku. Kalian sama saja dengan anjing peliharaanku. Jadi jangan berani berani mencintaiku" "It's hurt." "Kamu tidak suka kuperlakukan seperti ini? Pergilah, tapi tidak untuk bebas. Ke neraka Cecilia. Go to hell" Raut wajah Cecilia berubah pucat, ia tidak bisa melihat Brandon dalam keadaan menyeramkan. Sebenarnya cecilia bingung, apa yang tengah di pikirkan Brandon hingga laki laki itu terlihat frustasi. Cecilia menjadi serius. "What happen? Katakan padaku, mungkin aku bisa bantu Mr." "Bianca" "Siapa dia?" "Bianca Adina. Aku ingin melihatnya, aku tidak tahu apa yang kurasakan. Kau tahu apa yang kurasakan? Aku ingin dia, bibirnya, tubuhnya, semua." "Kau merindukannya Mr. Kau rindu Bianca Adina" "Kamu mau mati? Rindu? Aku benci mendengarmu mengatakan itu." Cecilia diam, ia tidak ingin melanjutkan ucapannya. Apa benar saat ini tuannya menyukai perempuan bernama Bianca Adina itu? Fikir Cecilia. Hatinya tiba tiba merasa tidak enak. Sekeras kerasnya hati manusia, tidak ada manusia yang tidak memiliki rasa cinta. Entah pada lawan jenis atau sesama jenis. Rasa cinta itu pasti ada. Semua orang pasti merasakan ketertarikan yang menimbulkan rasa cinta itu sendiri. Jadi mustahil jika tidak ada rasa cinta dalam diri manusia. Sama halnya seorang Brandon. Entah kapan ia sadar jika ia adalah seorang manusia juga. Keegoisan adalah hal yang tak bisa lepas dari diri manusia pria itu. Brandon bangkit dari posisi tidurnya, ia meninggalkan Cecilia dalam keadaan bingung. Brandon membilas tubuhnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Entah kenapa ia ingin cepat menyelesaikan urusannya. Brandon ingin cepat menyetubuhi Bianca sehingga rasa menyebalkan dari dalam dirinya hilang. "Keruanganku sekarang" ucap Brandon di telfon yang tengah ia genggam. Pria itu menyuruh anak buahnya menuju ruangannya untuk melaporkan apa yang ingin ia ketahui. Tidak lama pintu terketuk, Brandon menyuruh anak buahnya itu masuk. "Bagaimana keadaan gadis itu?" Tanya Brandon to the point. "Dia masih di rumah sakit boss. Sudah 2 hari semenjak dia pingsan dan baru sadar tadi pagi" "Kapan dia akan sembuh? Aku harus segera menyelesaikan urusanku dengannya" "Saya tidak tahu boss" "Dimana rumah sakitnya?" "Di rumah sakit umum Deanda" "Siapkan mobil" "Baik boss" Tanpa basa basi lagi Brandon mengambil jaketnya, ia menuju halaman depan rumahnya untuk mengendarai mobil menuju rumah sakit. Ia harus segera menemui Bianca dan melihat keadaan gadis itu. Untuk saat ini ia tidak perduli apa yang ia rasakan. Tapi yang jelas, ia harus menuntaskan rasa tidak tenangnya itu. Tanpa ada anak buah yang akan mencuri perhatian orang, Brandon menuju rumah sakit seorang diri. Ia tahu dimana letak kamar tempat Bianca di rawat sehingga ia langsung menuju kamar itu. Saat brandon membuka kamar ruang rawat Bianca, tidak ada siapa siapa di dalamnya. Kemana gadis itu? Pikir Brandon. Mata tajamnya menguliti seluruh ruangan. Ia masuk dengan langkah seringan bulu, ditutupnya pintu ruang rawat itu. Brandon menuju kearah ranjang. Memperhatikan sekeliling. Cklek Dilihatnya arah kamar mandi. Benar saja, Bianca keluar dari kamar mandi dengan memegang tiang infus. Tanpa sadar jika ada Brandon, Bianca mengosek telapak kakinya yang basah pada keset dengan hati hati. Hingga matanya bertemu tatap dengan Brandon membuatnya terpaku dan gemetar. Brandon menghampiri Bianca. Pria itu menggendong Bianca tanpa persetujuan kemudian membaringkannya di atas ranjang. Brandong juga meletakkan tiang infus itu pada tempatnya. Bianca bungkam, ia tidak tahu harus melakukan apa selain diam. "Kapan kamu sembuh? Saya tidak tenang jika kamu belum melakukan tugas kamu" ucap brandon yang akhirnya bersuara lebih dulu. "Tugas apa pak? Saya..saya tidak mengerti ucapan pak Brandon." "Kamu tidak ingat? Sudah berapa kali kamu merecoki hidup saya? Kamu harus membayarnya. Dengan cara melakukan tugas kamu. Menyerahkan harta kamu kepada saya" "Anda sendiri tahu saya miskin. Saya tidak punya apa apa." "Dasar bodoh! Kamu itu miskin, bodoh lagi. Emang kamu itu masih umur 7 tahun gatahu apa yang saya maksud? Pokoknya kamu harus cepat sembuh. Saya capek nunggu. Saya ingin urusan saya dan kamu cepat terselesaikan." Setelah brandon mengatakan hal itu brandon pergi dari sana. Tanpa sepatah katapun. Bianca masih bingung. Apa yang dimaksud Brandon. Harta? Menyerahkannya pada Brandon? Hal itu masih menjadi teka teki di otak Bianca. Teka teki yang akan menjadi bencana nantinya. Bencana untuk gadis polos sepertinya. - To be continue -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN