_____________________
Hanya dengan mendengar namanya jantung ini berdetak diatas normal. Bukan, ini bukan jatuh cinta. Hanya menebak apa kejutan yang diberikan selanjutnya.
____________________
Aku sudah sembuh dari sakitku. Dan saat ini aku sudah bisa bekerja di restoran lagi. Saat aku sudah memasuki restoran mak cik dan teman teman yang lain menyambutku dengan senyum di wajah mereka. Aku senang sekali mendapat sambutan ini, mereka membuatku tidak kesepian seperti dulu. Kupeluk tubuh mak cik erat, sangat erat karna selama 5 hari aku tidak bertemu dengannya.
"Mak cik Bianca kangen. Maafin Bianca udah ngerepotin mak cik"
"Aduh kamu ngomong apa sih bi? Mak cik seneng kamu bisa sembuh. Ya ampun bi. Mak cik ini khawatir gara gara gabisa ngerawat kamu. Kamu gimana sayang?"
"Bianca udah sembuh kok mak cik, kan di rumah sakit ada perawat yang ngerawat Bianca. Makasih mak cik, Bianca akan bayar biaya rumah sakit setelah Bianca gajian"
Kulepas pelukanku dengan mak cik, aku harus bersiap siap menjadi kasir membantu mak cik yang sudah baik mau membayar biaya rumah sakit dan bahkan menempatkanku pada ruang VIP. Bukankah ruang tersebut mahal? Belum lagi obat obatannya. Tapi ada yang aneh, wajah mak cik menjadi cemas.
"Gausah di bayar bianca" Jelas Mak cik.
"Loh kenapa mak cik? Kenapa Bianca gaboleh bayar? Kan itu udah kewajiban bianca mak cik"
"Uang itu bukan uang mak cik. Maaf ya mak cik gunain uang pak Brandon. Itu semua karna perintahnya." Jelas mak cik.
"Hah? Jadi yang bayar biaya rumah sakit Bianca pak Brandon Calemous itu? Loh kenapa mak cik terima? Emang berapa mak cik total biaya Bianca?" Tanyaku lemas.
"Maafin mak cik ya Bi, mak cik takut ngelawan pak Brandon dan malah bikin kamu kena imbasnya. Semuanya 11 juta Bi, malah ada sisa 9 juta di amplop yang kemaren pak Brandon tinggal."
"11 juta bi? Banyak banget? Padahal Bianca cuman sakit biasa? Kenapa sebanyak itu?"
Aku semakin lemas, ini tidak lucu sama sekali. 11 juta adalah jumlah yang sangat besar. Uang tabunganku saja masih 4 juta dan itu adalah tabungan yang sudah aku kumpulkan selama beberapa bulan. Dan kenapa pak Brandon malah mengeluarkan uang sebanyak itu untuk membayar biaya rumah sakit? Pantas saja pak Brandon tahu kamar tempat aku dirawat.
"Pak Brandon ninggalin amplop isi 20 juta Bianca, dia ninggalin note buat ngebawa kamu ke rumah sakit. Dan mak cik ngerti maksud pak Brandon kasih uang segitu banyaknya. Dia pengen ngasih perawatan secara maksimal."
"Terus gimana dong mak cik? Bianca harus nemuin pak Brandon. Dimana sisa uangnya mak cik? Bianca mau kembaliin nanti"
"Maafin mak cik ya Bi"
"Gak papa mak cik, Bianca tahu mak cik gapunya pilihan lain."
"Tunggu disini mak cik ambil uangnya."
"Iya mak cik"
Entah sejak kapan kakiku lemas dan tanganku gemetar. Aku tidak mengerti apa maksud dari pak Brandon membayar biaya rumah sakit dengan uang sebanyak itu. Akhirnya aku menerima sisa uang 9 juta itu, kusimpan di dalam tas untuk menyerahkannya pada pak Brandon. Apa yang terjadi padaku sebelumnya aku tidak mengerti. Tapi perasaanku tidak enak.
Sejauh ini tidak ada yang aneh, bahkan saat jam makan siang tidak ada lagi pak Brandon yang memesan makan di restoran mak cik. Aku merasa lega. Tapi ada yang aneh, sedari tadi mobil berwarna hitam terparkir di seberang jalan restoran. Tapi aku menepis pemikiran buruk itu. Toh siapa tahu mobil itu hanya parkir.
Saat restoran mulai sepi mak cik menghampiriku, wajah mak cik terlihat tidak tenang. Aku tahu mak cik merasa bersalah padaku, tapi aku memakluminya karna mak cik juga takut ada apa apa denganku jika melawan seorang Brandon Calemous.
"Bianca nanti kamu jadi ke mansion pak Brandon?" Tanya mak cik.
"Jadi mak cik, Bianca mau ngembaliin uang sekalian ngomong terimakasih ke pak Brandon. Gimanapun Bianca punya hutang ke pak Brandon"
"Sama mak cik ya Bi? Mak cik takut kamu kenapa napa"
"Apa mak cik mau nemenin Bianca kesana?" Tanyaku.
"Ya mau Bi, mak cik takut kamu kenapa napa Bi. Sekalian mak cik kasih tahu alamat mansion pak Brandon. Soalnya mansion pak Brandon jauh dari pusat kota."
Aku bersyukur. Aku menganggukkan kepalaku berkali kali. Setidaknya aku punya teman agar tidak ketakutan. Jika bersama mak cik, pak Brandon tidak mungkin mencelakaiku bukan? Karna ada seseorang yang bersamaku. Ditambah ia adalah istri dari karyawannya.
Hari sudah berganti malam, aku diajak mak cik untuk berkunjung kerumahnya jadi kami pulang bersama menaiki taksi. Aku ikut saja karna setelah ini kami akan kerumah pak Brandon menyelesaikan masalahku.
Agak canggung saat kami sudah sampai di rumah mak cik. Rumah mak cik besar, ada bagasi dan halaman depan yang di penuhi dengan bunga. Aku tersenyum kala melihat Aiden bermain dengan seorang pria di teras depan rumah.
"Mak cik gak papa Bianca main ke rumah mak cik? Bianca canggung mak cik"
"Loh emang canggung kenapa? Dirumah jam segini gaada siapa siapa Bi. Suami mak cik pulangnya nanti malem jam 10. Palingan di rumah cuman ada Rendy anak bungsu mak cik sama Aiden. Itu mereka ada di teras" Jelas mak cik yang turun membayar biaya ongkos taksi dan berjalan memasuki gerbang.
"Kak Rendy udah pulang mak cik?"
"Iya itu mungkin baru pulang, kalo rendy jarang lembur gak kaya suami mak cik, buktinya masih pake kemeja belum ganti. Dia emang gitu Bianca, males ganti baju. Kebiasaan dari kecil. Pas SMA aja mak cik yang selalu nyuruh ganti seragam sampek mau copot ini bibir" oceh mak cik
Aku tertawa lucu dengan cerita mak cik. Oh jadi dia papa Aiden. Tapi kenapa wajahnya gak mirip sama Aiden? Oh mungkin karna Aiden seperti mamanya. Aku dan mak cik masih berjalan menuju teras, teras rumah mak cik cukup jauh dari gerbang depan. Sudah di katakan bukan rumah mak cik sangat besar. Tidak heran karna suaminya direktur dan anaknya manager, mak cik sendiri punya restoran.
"Papa sama mama Aiden lagi bulan madu di jepang 1 bulan penuh. Jadi mereka nitipin Aiden disini. Anak laki laki pertama mak cik pengen buatin cucu perempuan buat mak cik bi. Kamu tahu sendiri. Mak cik punya 2 anak laki laki semua. Yang satu nikah anaknya ya Aiden itu. Yang bungsu maunya jomblo terus gamau nikah. Ya malah mau ngurusin anak abangnya." Cerita mak cik.
"Oh jadi kak Rendy itu omnya Aiden mak cik? Bianca kira kak Rendy papanya Aiden. Pantes aja gak mirip sama Aiden"
Mak cik tertawa mendengar penuturanku yang salah paham dengan Rendy anaknya. Tak terasa kami sudah sampai di teras rumah mak cik. Aiden yang melihatku langsung berlari dan memeluk kakiku. Wajah pria kecil itu mendongak kearahku.
"Kak Biiiii" seru Aiden.
"Hei Aiden. Lama gak ketemu ya" balasku berjongkok dan mencium pipi gembul Aiden.
"Kata uti kak Bi cakit. Aiden nda boleh jenguk kak Bi di lumah cakit katanya Aiden macih kecil"
"Iya anak kecil gaboleh di rumah sakit Aiden. Tapi kak Bi udah sembuh kok."
"Nanti maen lagi ya kak Bi"
"Iya.."
"Gendong kak Bi cantik"
Aku menggendong tubuh Aiden dan berdiri dari jongkokku. Aku tidak menyadari mata mak cik dan kak Rendy memperhatikan kami membuatku menunduk malu di perhatikan.
"Mama udah pulang?" Tanya kak Rendy tanpa menolehkan matanya dariku. Apa ada yang aneh dariku? Oh pasti karna muka kucelku.
"Udah. Tapi mamanya disini! Matanya kalo ada cewek cantik kok warna pink gitu" ejek mak cik membuatku tertawa.
"Ih mama apaan sih? Ayo masuk. Nama aku Rendy, kamu Bianca ya?" Ucap kak Rendy bertanya sekaligus mengajakku masuk kerumah.
"Iya kak nama aku Bianca."
"Salam kenal ya, ayo masuk di luar dingin" aku hanya mengangguk canggung.
"Aduh yaa, Tumben kamu nyuruh perempuan yang mama bawa ke rumah buat masuk? Biasanya cuek bebek. Diajak kenalan lagi."
"Ih mama apaan sih? Seneng banget ngejek Rendy"
"Kamu Bi kalo di rayu sama Rendy jangan mau. Dia itu jorok, kamarnya berantakan. Suka ngerokok, males lagi. Jangan mau pokoknya. Mak cik kasian ke kamu. Andai aja mak cik punya anak laki laki lagi, kamu udah mak cik jadiin mantu"
"Hahah mak cik ada ada aja sih?" Tawaku pecah.
"Mama apaan sih ma. Jelek jelekin anak mulu"
"Ya kamu emang jelek. Mata aja merem gabisa melek."
"Ya kan mama yang nurunin mata sipitnya rendy"
Aku hanya tersenyum melihat keduanya berdebat. Mak cik terlihat dekat dengan anaknya. Rendy anak bungsu mak cik, berkulit putih karna mereka keturunan cina. matanya sipit dan hidungnya mancung, bibir kak Rendy juga tipis dan merah, tidak menunjukkan bahwa kak Rendy suka merokok. Dia tidak jelek, menurutku dia tampan seperti artis korea mungkin? Aku iri melihat mereka. Andai aku punya orang tua.
"Uti cama om ini yaa tengkal telus kaya anak kecil"
"Om kamu ini Aiden genit sama kak Bianca. Marahin sana. Kamu mau kak Bianca di genitin?"
"Om ndak boleh genit cama kak Bi! Kak Bi punya Aiden!"
Tawa pecah di ruang tamu rumah tersebut mendengar penuturan Aiden. Aku sendiri tidak bisa menyembunyikan rasa gemasku pada Aiden sehingga aku menciumi pipi pria kecil itu.
"Yaudah Bi, mak cik tinggal dulu. Mak cik mandi dulu ya. Kamu maen sama Aiden dulu."
"Iya mak cik"
"Inget! Kalo di modusin Rendy jangan mau. Belum mandi dia" teriak mak cik saat ia hendak menaiki tangga.
Aku tidak menjawab dan hanya tertawa. Sedangkan kak Rendy menghembuskan nafas berat dan menggeleng gelengkan kepalanya. Mungkin kak Rendy sudah lelah berdebat dengan mamanya.
"Kamu yang kata mama sakit gara gara pak Brandon?" Tanya kak Rendy memecah keheningan karna Aiden sudah sibuk dengan mainannya.
"Iya kak. Tapi bukan karna pak Brandon juga sih. Aku aja yang stress gabisa kontrol kondisi aku" jelasku.
"Kamu udah lama kerja sama mama?"
"Enggak kok kak, baru 2 minggu"
Kami saling berbincang cukup lama. Kak Rendy melontarkan pertanyaan dan aku menjawab. Begitu seterusnya. Aku begitu canggung dan melihat ke arah tangga, berharap mak cik turun. Dan benar saja beberapa saat kemudian mak cik turun dengan badan yang sudah segar.
"Bianca udah nih di modusin Rendy? Ikut mak cik yuk ke atas. Mak cik punya sesuatu"
"Ah iya mak cik"
"Rendy kamu jagain Aiden. Mama pinjem Bianca dulu"
"Iya ma"
Mak cik membawaku ke lantai 2 rumah besar ini, kemudian mak cik memasuki salah satu kamar dan mendudukkanku di ranjang empuk kamar itu.
"Ini kamar tamu Bi. Kamu bisa mandi di sana. Dan mak cik ada dress nih. Hadiah dari rekan kerja suami mak cik. Modelnya buat anak muda banget. Mak cik niatnya mau kasih ke mantu mak cik. Tapi gajadi, mantu mak cik udah punya model kaya gini. Dan mumpung kamu disini gapunya baju ganti jadi pake dress ini aja ya. Modelnya simple banget. Mak cik kasih dress ini buat kamu"
"Beneran mak cik? Makasih ya mak cik? Bianca sayang deh sama mak cik" kupeluk tubuh mak cik erat.
"Iya sama sama. Mak cik juga sayang sama kamu. Yaudah kamu mandi gih. Mak cik tunggu di bawah"
"Iya mak cik"
Aku menuruti apa yang diucapkan mak cik. Aku mandi dan mengganti pakaianku. Rambutku yang semula digelung ku urai. Aku memakai bedak dan lip blam yang kubawa setiap hari agar terlihat fresh dan tidak kucel. Kemudian turun kebawah.
Mak cik dan kak Rendy menatapku membuatku malu. Apa aneh aku memakai dress mahal ini?
"Aneh ya mak cik?" Tanyaku.
"Enggak kok bi. Kamu cantik. Cantik banget. Iya kan brandon?"
"Iya ma."
Tok tok tok
"Bukain gih Rendy"
Kak Rendy menuju kearah pintu dan membuka pintu tersebut. Dari ruang tamu aku bisa melihat pria berpakaian hitam hitam. Apa yang terjadi? Kenapa perasaanku tidak enak?
"Kami ditugaskan boss Brandon untuk menjemput nona Bianca" ucap pria berpakaian hitam tersebut.
Brandon? Apa yang akan terjadi padaku?
- To be continue -