BAB 8. Malam yang Tidak Terlupakan

1541 Kata
“Prince?” “Hmmm.” Jawabnya tanpa menoleh ke arahku. Dia sedang sibuk dengan kertas gambar di tangannya dan aku lihat dia sedang mewarnai gambar mawar merah yang dia buat. “Pernah membayangkan pernikahan sebelumnya?” tanyaku. Kemudian dia menoleh ke arahku dan tersenyum. Kehadirannya benar-benar terasa seperti hadiah belakangan ini. Aku jadi punya tutor karena dia ternyata sangat pintar. Hampir semua tugasku selalu dapat nilai bagus ketika di bantu olehnya dalam mengerjakan. Aku jadi punya teman menonton film yang tidak berani aku tonton sendirian. Dan yang paling penting dari semuanya adalah, aku merasa memiliki seseorang yang bisa jadi pendengar ketika aku enggan untuk menceritakan masalahku pada orang lain. “Belum sejauh itu, kenapa?” tanyanya. “Tipe istri seperti apa yang kamu inginkan?” tanyaku penasaran kemudian dia tersenyum. “Kaya kamu.” Kekehnya. Aku ikut tertawa ringan. “Lebis spesifik!” Aku bahkan sudah berani merengek padanya. Yang pada Regarta saja aku tidak berani melakukannya. “Apakah kalau aku menyebutkannya, kamu akan berubah menjadi wanita yang aku inginkan?” ledeknya dengan seringai jahil. Membuat aku tertawa lagi. Entah kenapa bersamanya aku jadi lebih mudah tertawa dan seperti menjadi diriku sendiri. “Tergantung.” Balasku sambil mengulum senyum geli. “Tergantung apa?” “Tergantung kamu bisa membuatku menginginkan kamu apa enggak.” Balasku sambil tertawa. Seperti tidak lagi merasakan sakit di kakiku akibat kecelakaan di kampus tadi siang. Laki-laki ini yang aku bahkan tidak tahu siapa dia sebenarnya ini, seperti bisa menyembuhkan rasa sakitku tanpa memberiku obat. Bisakah aku bertahan untuk tidak menyukainya kelak? “Bagaiamana kalau aku bisa melakukannya?” bisiknya menantang. Aku tersenyum dan pura-pura berpikir. “Aku akan berubah menjadi wanita yang kamu inginkan itu.” Ujarku membalas tantangannya. Yang entah kenapa membuat dia terlihat begitu senang. “Oke. Aku suka wanita yang tidak menyukai laki-laki lain.” Ucapnya. Aku menunggu yang lainnya lagi tapi dia tidak kunjung mengatakannya. “Itu saja?” tanyaku dan dia mengangguk dengan senyuman lebarnya yang begitu manis dan tampan. Dia sangat mirip dengan Regarta saat tersenyum. Tapi isi kepalaku masih berkutat dengan hal-hal lain yang tidak di miliki Regarta. Rambut pirangnya, suaranya yang lebih ringan dari Regarta sekalipun aku tahu dia menggunakan perubah suara. Caranya tersenyum dan caranya menatapku berbeda dengan cara Regarta. Kesabarannya, dan tulisannya berbeda dengan Regarta. Hal-hal yang berbeda itu membuatku ragu. Apalagi Regarta aku rasa tidak memiliki alasan untuk menemuiku diam-diam seperti ini kecuali dia memang ingin mempermainkanku. Karena itu aku membuang jauh-jauh kecurigaanku. “Iya, karena sisanya kamu sudah memiliki semuanya.” Balasnya kembali membuatku tertawa lepas. Untung saja hanya kamarku yang ada di lantai tiga dan tembokku menggunakan peredam suara karena aku suka menyalakan musik ballet untuk sekedar melepas rindu. “Gombal banget.” Aku mencibir dan dia tertawa. “Aku sungguh-sungguh, kalau mau lihat tipeku kamu tinggal bercermin. Selanya yang aku inginkan ada di kamu.” “Bagamana jika di akhir nanti aku harus memilih laki-laki lain?” tanyaku lagi. Prince terdiam cukup lama kemudian tersenyum. “Jika kamu bahagia, aku akan merelakannya. Tapi jika kamu nggak bahagia, aku akan merebutmu bagaimanapun caranya. Karena aku sangat percaya diri bisa membuat kamu sangat bahagia.” Jawabnya lagi-lagi membuatku tersenyum. “Seandainya kamu ada di dunia nyataku Prince, aku rasa aku akan sangat lega. Karena setidaknya aku bisa memalingkan wajahku sebentar dari Regarta.” Ucapku sambil mendesah. Entah kenapa akun seperti melihat raut wajahnya sedikit sedih. “Aku ada di dunia nyata, memangnya kamu pikir aku hantu.” Kekehnya. “Bukan gitu, maksud aku aku kalau kamu ada di keseharian aku apalagi kalau kita satu kampus, aku pasti seneng banget deh.” “Kamu katanya punya Rama kan?” “Rama hanya teman.” Jawabku tanpa sadar. Ketika senyuman Prince melebar, aku baru menyadari kesalahanku. “Ahhh ternyata aku lebih dari teman.” Kekehnya bangga. Aku tertawa lagi. Entah tawaku yang keberapa malam ini. “Bukan gitu.” Ucapku sambil tertawa. Tapi selanjutnya aku tidak bisa mendebat seringai jahil penuh kemenangannya itu. Kami akhirnya tertawa bersama-sama dan saling meledek hingga kami kelelahan. Kami merebahkan diri kami di ranjang sambil menatap langit-langit kamarku yang banyak stiker bintang. Tangannya aku jadikan bantal dan dia tidak keberatan. “Bintang di bukit belakang komplek ini kalau malam indah banget loh.” Ucapnya membuatku menoleh. “Benarkah? Seindah apa?” tanyaku penasaran. Aku sangat menyukai bintang. “Aku tidak memiliki kalimat yang tepat untuk menggambarkannya karena terlalu indah.” Jawabnya sambil menatapku. Jarak kami sangat dekat dan sekatang kami saling pandang. Menciptakan debaran yang belum pernah aku rasakan karena aku tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki manapun. “Jika tidak bisa menunjukkannya, jangan memberitahuku. Kamu membuatku iri.” Ucapku. Prince tersenyum manis sekali. “Kapan-kapan aku akan membawamu kabur ke sana untuk menikmati malam.” “Benarkah? Kamu bisa melakukannya?” tanyaku penasaran sekaligus tertarik. “Ya, tapi syaratnya, kaki kamu harus sembuh dulu.” Entah kenapa dia berbisik. Membuat suasana kami terasa lebih intim. “Kalau begitu, aku akan berusaha untuk sembuh secepat yang aku bismmphh...” Tiba tiba saja, bibirnya sudah melumat bibirku. Dia menarik wajahku lebih dekat dan karena kakiku sakit dia sedikit kesulitan. Akhirnya Prince merubah posisinya hingga ada di atasku dan kembali memberiku ciuman hangat yang herannya tidak bisa aku tolak. Tanganku justru meremas jaket hitam yang dia kenakanan. Ikut menikmati bibir hangatnya yang merasai seluruh bagian mulutku. Napas kami memburu hebat, dan setelah aku rasanya hampir kehilangan napas, Prince melepaskannya. “Bagaimana ini, aku sangat jatuh cinta sama kamu.” Bisiknya. Aku masih berusaha mengatur kembali napasku. “Aku suka banget mata kamu.” Ucapnya kemudian mengecup kedua mataku. “Aku suka pipi kamu.” Ucap Regarta lagi kemudian dia mengecup pipiku. Dan seterusnya hingga seluruh bagian wajahku berhasil dia kecup. Aku diam terpaku dan seperti tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya. Kami saling tatap dalam diam sampai beberapa menit hingga dia menjatuhkan kepalanya lagi di sampingku. Mengangkat kepalaku pelan-pelan dan menaruhnya di lengannya lagi sambil mendesah. Terdengar lega dan bahagia. Aku masih mabuk kebayang. Aroma mint dan kayu-kayuan yang keluar dari tubuhnya memabukkanku. Apalagi aroma segar dari mulutnya, aku yakin malam ini aku akan kesulitan tidur. Aku baru tahu bahwa di perlakukan romantis oleh seorang laki-laki rasanya akan semendebarkan ini. “Kamu jahat Wendy, malam ini aku pasti kesulitan tidur.” Kekehnya. “Kamu yang jahat.” Cicitku pelan dan dia kembali tertawa. “Kenapa kamu suka bintang?” tanyanya tiba-tiba merubah topik. “Karena dia bersinar seperti Regarta.” Balasku jujur dan kemudian aku meringis menyadari kesalahanku. Kami baru saja berciuman dan aku malah menyebutkan nama laki-laki lain. Bagaimana perasaan Prince sekarang? Aku sedikit merasa bersalah. Tapi dia justru tertawa. “Regarta itu seperti bintang menurut kamu?” tanyanya. Terdengar biasa saja. Atau Prince ini memang jenis yang pandai menyembunyikan rasa sakitnya? Aku tidak tahu. “Tidak.” Jawabku lirih sambil menatap wajahnya. Berusaha mencari ekspresi terlukanya tapi aku tidak menemukannya. “Lalu?” tanyanya penasaran. “Regarta itu Matahari dan aku bintangnya. Aku tidak bisa bersinar tanpa Regarta, seperti bintang yang tidak bisa bersinar tanpa bantuan sinar Matahari.” Jawabku kembali menmgundang kekehannya. “Kamu lebih menggemaskan dari yang aku pikirkan.” Ucapnya. “Bagaimana perasaan kamu ketika aku membicarakan laki-laki lain?” tanyaku penasaran. Sebab Prince terlihat begitu tulus, tidak keberatan sedikitpun ketika aku membicarakan laki-laki lain. Baik itu Rama atau Regarta. Dia seperti sangat menghormati perasaanku dan tidak lagi memikirkan perasaannya sendiri. “Biasa saja. Aku percaya diri, suatu saat nanti kamu akan berhenti berkeinginan membicarakan laki-laki lain. Karena seluruh topikmu akan diisi dengan namaku.” Balasnya dengan senyuman yang selalu berhasil memikatku. “Kalau ada penghargaan untuk orang narsis, aku rasa kamu akan akan jadi pemenangnya.” Balasku membuatnya tertawa ringan. “Sudah aku katakan kamu boleh menceritakan siapapun padaku. Aku akan membantumu mengurangi bebanmu sebagi balasan menjadikanku teman. Dengan begitu aku bisa diam-diam merebut hatimu suatu hari nanti. Hebat kan strategiku?” ucapnya lagi. Aku kembali di buat tertawa oleh kalimat-kalimatnya yang kadang terdengar sangat narsis dan jahil itu. “Baiklah, jangan salahkan aku jika aku benar-benar akan memanfaatkanmu.” Ucapku menantang. “Ya, kamu boleh memanfaatkan aku sesuka hatimu.” Ucapnya dengan senyuman. Setelah itu dia menarik tangannya dan bangkit dari posisinya yang tertidur di ranjangku. Aku ikut bangun dengan raut wajah penasaran. “Sudah malam.” Ucapnya kemudian tanpa aba-aba menggendongku ke tengah ranjang dan menaikkan selimutku. “Sudah saatnya tuan putri tertidur.” Tambahnya lagi. “Bacakan aku cerita dongeng.” Kekehku geli. Dia tersenyum kemudian mengambil ponsel di sakunya. Ponsel yang juga bukan milik Regarta, baik dari cassing maupun mereknya. “Apakah aku boleh mendapatkan nomor kamu?” tanyaku pelan-pelan. Prince menoleh kemudian mengambil ponselku dan menuliskan nomornya di dalam ponselku. “Jangan telpon aku siang hari, kamu hanya boleh mengirim chat. Jika malam hari boleh.” Ucapnya dan aku mengangguk. Laki-laki ini kemudian benar-benar membacakanku dongeng hingga aku benar-benar mengantuk dan tertidur. Pagi harinya aku bangun dengan senyuman. Tadi malam akan menjadi malam yang tidak akan pernah aku lupakan. Dan lagi-lagi aku menemukan sebuah memo dengan permen Strawberry. “Selamat pagi princess Wendy, hari ini istirahat yang baik yah biar kita bisa segera menikmati bintang malam di bukit sama-sama.” Ucapnya dalam memo yang dia tempelkan di sandaran tempat tidurku. Bahkan hanya selembar memo sederhana darinya saja, sudah membuat pagiku menjadi indah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN