Bab 22

1022 Kata

Pagi itu rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Alya duduk di meja makan dengan wajah pucat, menatap roti tawar yang bahkan belum disentuh. Kopi di cangkirnya sudah dingin, sementara jam dinding berdetak pelan, seperti menegaskan betapa lambatnya waktu berjalan. Bima, yang biasanya sibuk dengan ponselnya, justru menatap Alya kali ini. Sorot matanya tajam, penuh tanya, seolah ada sesuatu yang ia simpan dalam kepala. “Kenapa nggak makan?” suaranya datar, tapi menusuk. Alya tersentak kecil, buru-buru mengangkat cangkir. “Aku nggak terlalu lapar.” “Belakangan kamu sering begitu.” Bima meletakkan sendok dengan suara cukup keras, membuat Alya hampir melompat. “Ada yang salah, Alya?” Pertanyaan itu terdengar sederhana, tapi d**a Alya terasa sesak. Ia menunduk, menghindari tatapan suaminya.

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN