“Betul, Pak,” ucap penjaga itu sambil membuka tablet kecil yang digantung di pinggang. Ia menunjukkan sesuatu. “Namun atas nama penghuni, properti ini sejak awal bukan milik Anda. Surat pembelian unit dan akta atas nama nona Lyora Dirgantara.” Fabian terdiam. Napasnya tercekat. Darah di wajahnya seolah surut. Lyora. Tentu saja. Bagaimana dia bisa lupa? Dua tahun lalu, saat dia merasa sangat bangga akhirnya bisa tinggal di tempat elite ini… Lyora-lah yang membelinya. Simbol cinta dan kepercayaan. Dan kini—seperti semuanya—tempat itu juga telah diambil kembali. “Barang-barang pribadi Anda bisa diambil besok pagi di gudang bawah, Pak,” lanjut penjaga itu, masih dengan suara datar dan sopan. “Ini konyol!” teriak Fabian, matanya membelalak, bibirnya bergetar. “Kalian tidak bisa seenaknya m