“Kamu baik-baik di sini, ya. Yang semangat kuliahnya,” “Iya, Mas. Kamu juga kalau mau terbang nanti, hati-hati ya. Jangan jelalatan matanya lihat pramugari atau penumpang cantik.” Farlan terkekeh pelan, lalu menyentil hidung Jenia dengan ujung jarinya. “Dasar cemburuan. Aku ini kapten pesawat, bukan model catwalk yang tugasnya lihat sana-sini.” “Ah, jangan bercanda! Aku serius, Mas.” Jenia merajuk, mengguncang lengan Farlan pelan. “Pokoknya jangan macam-macam. Aku ini sudah menyerahkan seluruh hatiku padamu. Jadi tolong dijaga baik-baik.” Suaranya menurun, nyaris seperti bisikan yang hanya bisa didengar Farlan. Kali ini, Farlan menatapnya lama. Mata itu, mata perempuan yang begitu ia cintai, memantulkan kesungguhan. Ia mendekat, mengusap pipi Jenia dengan jemari hangatnya, lalu membis

