Hingga beberapa menit kemudian, Alya duduk di kursi kerjanya, wajahnya yang biasanya penuh percaya diri dengan polesan make up terbaik, kini tampak pucat dan muram. Rambut hitam panjangnya sedikit berantakan, bibirnya masih bergetar menahan gemuruh amarah bercampur rasa malu. Kata-kata ayahnya barusan masih berputar-putar di kepalanya, menusuk seperti duri. “Jangan lakukan apa-apa lagi! Diam! Kau sudah membuat cukup kerusakan. Sekali lagi kau berbuat macam-macam, aku sendiri yang akan menyingkirkanmu dari semua urusan bisnis keluarga ini. Kau mengerti?!” Suara lantang itu tak berhenti menggema dalam benaknya. Alya menggenggam sisi meja kerjanya dengan gemetar. Kuku-kukunya sampai menimbulkan bunyi berdecit di atas kayu. Sebuah pajangan kristal di atas meja ia sapu dengan tangannya, hin

