Melisa menutup panggilan tanpa ucapan terima kasih. Pria gemuk di ujung telepon terdiam, merasa marah. ‘Wanita ini lama-lama jadi sok berkuasa. Dia mulai terlalu bangga dengan dirinya sendiri, dan berpikir bisa mengendalikanku dengan tubuhnya? Dasar jalang tak tahu diri!’ Dia terbiasa mengendalikan segala sesuatu lewat kekuasaannya. Dan kalau wanita itu mau macam-macam dengan dirinya, dia akan menerima akibatnya. Sementara itu, Melisa masih berdiri di depan pintu keluar bandara dengan ponsel tergenggam erat di tangan, seakan itu satu-satunya pegangan dalam badai yang tengah menenggelamkannya. Nafasnya terengah, tapi senyumnya semakin lebar, penuh kepalsuan dan rasa sakit. “Farlan,” bisiknya pada dirinya sendiri, nada suaranya bercampur getir dan dendam. “Aku akan membuatmu menyesal me

