Lyora berdiri mematung sejenak. Dia menarik napas panjang. Uap air hangat mulai memenuhi ruang kecil itu saat dia membuka kran. Ketika air menyentuh kulitnya, dia menutup mata. Malam ini... demi tujuannya. Demi harga dirinya. Demi masa depan yang baru. Dia menyeka air dari wajahnya. Dan... demi rasa sakit yang harus dia padamkan. Beberapa puluh menit kemudian, Lyora keluar dari kamar mandi dengan handuk membalut tubuh dan rambutnya yang masih basah sebagian. Dia terkejut melihat Jenia masih berada di dalam kamarnya—dan lebih dari itu, kakaknya sedang memegang sebuah gaun yang dikenalnya. “Kamu sudah siapin bajunya?” tanya Lyora pelan. “Yap. Kupilih yang terbaik untuk malam ini,” jawab Jenia sambil mengibaskan gaun itu. Gaun salem berpotongan simpel namun anggun, dengan detail renda le