Wira menggeleng cepat. “Nggak, ini nyata. Tadi kita lihat sendiri kantungnya di layar USG. Oke, detak jantungnya belum kedengeran, tapi kata dokter itu normal. Dua minggu lagi kita pasti bisa dengar suaranya.” “Iya, Mas. Kita beruntung mendapat anugerah ini dalam waktu demikian cepat.” Wira memeluk Lyora sebentar, dalam hati mengamini kata-kata istrinya. Mereka memang sangat beruntung. Wira melepas pelukan setelah beberapa saat dan menghidupkan mesin mobil. “Langsung ke kantor sekarang, Sayang?” Lyora menatapnya sebentar lalu menjawab dengan nada bercanda, “Nggak mau. Aku mau langsung pulang, pengen rebahan di rumah, bermanja-manja sama kamu. Nggak mau ngapa-ngapain.” Wira terkekeh, lalu mengusap pipinya. “Percaya deh, aku juga pengennya gitu. Tapi ingat, kita udah terlalu sering ning

