Lyora tertawa kecil. “Kedengarannya orangnya menyenangkan. Aku pasti menyukainya juga.” “Kamu kan selalu bisa membaur dengan siapa saja. Jadi nggak usah khawatir apapun ya, Sayang. Jadilah dirimu sendiri.” Lyora mengangguk, “Pasti, Mas. Oh ya, kayaknya semua temanmu itu nggak datang waktu pernikahan kita ya, Mas?” “Iya. Pernikahan kita kan pernikahan paling kilat,” “Kalau teman-temanmu nanya kita siapa,” tanya Lyora pelan, “mas bakal jawab apa?” Wira menoleh sebentar. Matanya menatap Lyora dalam. “Kamu adalah perempuan yang membuatku merasa utuh. Yang menenangkanku waktu semua terasa chaos. Kalau mereka nanya, aku akan bilang, kamu rumahku.” Lyora membeku sejenak. Nafasnya tertahan, dan mata beningnya mulai berembun karena kalimat sederhana itu begitu jujur, begitu hangat. “Mas...”

