“Bunda Zia sudah siap?” tanya Hanum yang baru saja memasuki ruang ranap. Ia mendorong kursi roda dengan electronic medical record tergeletak di dudukannya. “Sudah,” sahut istri gue. “Naik wheelchair, sus?” “Iya, Bund. Biar gampang aja, daripada dorong-dorong tiang infus.” “Oh. Oke.” Hanum memindahkan tablet berisi data kesehatan pasien ke saku di balik sandaran kursi roda, lalu menunggu Zia duduk dengan nyaman. “Saya saja, Num,” ujar gue, mengambil alih tugas melajukan alat bantu jalan tersebut. “Ngga tidur lagi, Dok?” “Tidur, nanti habis isya,” jawab gue. Kami menuju Womens Wing di mana Poli Kebidanan berada. Jujur aja, gue bahagia banget, euforianya tuh masih sangat terasa. Tapi, di saat yang bersamaan gue juga merasa cemas. Mungkin karena ini adalah kehamilan pertama kami. Tiba