“Shht!” Kami sontak menoleh ke Dion yang barusan menyuruh kami diam. Menatapnya, tak ada dari kami yang berujar. Dion lalu mendelik padaku, menanyakan ponselku tanpa suara. “Mati,” balasku, tanpa suara pula. Barulah bahu Dion jatuh terkulai seraya menghela napas. “Sejak kapan hape lo mati?” tanyanya kemudian. “Habis ngangkat telpon asuransi tadi. Emang sudah lowbat. Kenapa emangnya?” “Yakin lo?” “Iya. Pas diputus sama si mbaknya, langsung mati hape gue. Belum sempat nge-charge dari semalam. Kenapa sih, Yon.” “Itu hape lo yang mana?” “Nomor kantor. Yang pakai e-sim.” “Ganti!” “Hah? Apa yang diganti?” “Ganti, bear!” Mataku membelalak, lalu pikiran buruk sontak terbersit. Masa sih? “Jaga-jaga aja,” ujar Dion lagi. “Besok-besok kalau ada nomor ngga dikenal masuk, jangan diangkat