3 Minggu telah berlalu, tinggal seminggu lagi Nessa menjalankan tugasnya merawat Bu Nadin. Selama sebulan dirumah Tristan Nessa setiap hari menelepon mamanya untuk konsultasi tentang keadaan Bu Nadin sehingga semua tugasnya berjalan lancar dalam merawat Bu Nadin.
Ia tak sabar untuk kembali bertugas di RS Mutiara bersama Emma sahabatnya, kangen dengan bercandaan ala keduanya, Minggu siang ini Bu Nadin keluar untuk menemui temannya sehingga Nessa santai dan membaca beberapa buku kedokteran yang ia bawa. Pintu kamarnya diketuk beberapa kali.
"Masuk tidak dikunci", jawab Nessa tanpa mengalihkan matanya dari buku yang dibacanya.
"Dokter Vanessa, di tunggu tuan di ruang kerjanya di bawah."
"Pak Tristan bik?"
"Iya dokter."
"Oh ..ya udah saya segera kesana Bik, makasih."
Nessa menutup bukunya kemudian beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar menuju lantai 1, ke ruang kerja Tristan yang berada di rumah. Diketuknya pintu dan suara Tristan di dalam mempersilahkan dirinya masuk.
"Bapak....emmm kamu memanggil saya?" tanya Nessa ragu karena harus memanggil nama pada Tristan.
"Silahkan duduk, saya mau bicara."
Nessa duduk dengan penuh tanda tanya.
"Saya ingin memberikan penawaran pada kamu."
"Penawaran?, Penawaran apa?"
"Saya melihat perubahan signifikan pada kesehatan Mama saya, dan saya sangat senang akan hal itu. Oleh karena itu saya ingin kamu jadi dokter pribadi mama."
Nessa terhenyak dengan apa yang dikatakan Tristan.
"Maksudnya???"
"Begini, kamu resign dari RS Mutiara dan bekerja pada saya sebagai dokter pribadi mama saya, kamu minta gaji berapa akan saya bayar," ucap Tristan angkuh.
Nessa masih diam dan menelaah semua kalimat Tristan.
"Maaf, saya tidak bisa," jawab Nessa dengan pasti.
"Kenapa, apa penawaran saya tidak menarik bagi kamu?"
"Bukan itu, saya tidak bisa karena bukan gaji tujuan utama saya memilih profesi dokter ini."
"Apalagi kalau bukan uang, itu kan tujuan utama orang bekerja?"
"Kenapa semua hal selalu anda kaitkan dengan materi?"
"Kenapa tidak? Semua orang menyukai uang bukan, kita hidup juga butuh uang, apalagi wanita seperti kamu."
"Kenapa anda menyinggung soal gender?, Apa bedanya pria dan wanita dalam hal ini?"
"Saya tahu sifat wanita seperti kalian, kalian hanya menyukai materi dan tentu saja uang, ini ambil, cek ini sudah saya tanda tangani semuanya, kamu tinggal menulis jumlah yang kamu inginkan disana kalau kamu bersedia menjadi dokter pribadi mama saya".
Tristan meletakkan buku cek di hadapan Nessa, Nessa mengambilnya dan membukanya, Tristan merasa senang karena ia merasa Nessa akan menerima tawarannya.
"Maaf bapak Tristan yang terhormat, saya memilih profesi dokter untuk menolong banyak orang jadi untuk apa saya resign dari pekerjaan saya dan hanya merawat 1 orang, itu tidak sesuai dengan sumpah profesi saya. Saya tidak bisa menerima tawaran anda permisi", ucap Nessa sambil berdiri dan melangkah keluar.
"Tunggu......, Saya bisa membuat kamu di pecat dari pekerjaan kamu dengan sangat mudah jika kamu menolak tawaran saya!" pekik Tristan.
Mendengar ancaman Tristan, Nessa membalikkan badannya, tangannya mengepal menahan emosi yang sejak tadi dia rasakan dan ia tahan.
"Anda pikir Anda ini siapa? Bisa menilai dan menghakimi orang seenak hati anda. Jangan fikir semua orang sama dengan mantan pacar anda yang matre itu!!, Anda terlalu picik dalam menilai orang tuan Tristan Rajendra Aryasatya!. terserah apa yang akan anda lakukan pada pekerjaan saya, anda mau saya dipecat ok fine, saya mengundurkan diri dari pekerjaan ini dan dari rumah sakit. Anda puas!!!!" Ucap Nessa berapi api meluapkan emosinya.
Ia berlari menuju kamarnya dan membereskan barang barangnya, ia berkemas dan memutuskan pergi dari rumah Tristan. Setelah selesai berkemas ia membawa kopernya menuju kamar Bu Nadin untuk berpamitan tapi ia ingat kalau Bu Nadin sedang keluar, akhirnya ia putuskan pulang tanpa berpamitan. Ia hanya berpesan pada bibik untuk mengatakan pada Bu Nadin kalau ia harus pulang kampung karena ada masalah keluarga, ia tak mungkin berkata jujur tentang penyebab dirinya pulang.
Sepeninggal Nessa, Tristan merenungi semua perkataan Nessa, sisi hati terdalamnya merasa tercubit saat Nessa mengusik masa lalunya dengan Vira yang buruk. Apa ia salah berfikiran semua wanita seperti Vira? Tristan mengacak rambutnya memikirkan apa yang salah dari ucapannya. Ia memutuskan kembali ke kamarnya dan istirahat.
Oooo----oooO
Bu Nadin pulang sekitar jam 4 sore dan langsung menuju kamar Nessa
"Dokter Vanessa..... dokter....dokter ada di dalam?" Ucap Bu Nadin di depan pintu kamar Nessa. Tapi tak ada jawaban, Bu Nadin ingin membuka pintunya tapi dari belakangnya bibik menghentikan langkahnya.
"Nyonya......dokter Vanessa nggak ada nyonya."
"Nggak ada, kemana bik? Oh pasti di halaman belakang ya?"
"Nggak Bu, tadi dokter Vanessa pamit mau pulang karena ada masalah keluarga katanya, mau pamit nyonya tapi nyonya sedang pergi."
"Masalah keluarga??, Apa dokter Vanessa bilang akan kembali kapan?"
Bibik menggeleng, membuat Bu Nadin menghela nafas panjang. Ia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Saat makan malam tiba, Bu Nadin duduk berhadapan dengan Tristan.
"Dokter Vanessa kemana ma?"
"Oh tadi dia pamit ke bibik pulang ada masalah keluarga."
Tristan terhenyak ingat akan pertengkarannya dengan Nessa siang tadi, dan dia kini tahu Nessa sudah pergi dari rumah ini.
Oooo----oooO
Nessa bingung apakah ia harus pergi bekerja atau tidak, mengingat ancaman Tristan beberapa hari lalu yang akan membuatnya dipecat dengan mudah. Ia memutuskan tetap masuk kerja setelah dalam hitungan sebulan ia tak bekerja, ia akan menunggu surat pemecatan jika memang ia benar benar akan dipecat.
Ia tetap memilih motor sebagai alat transportasi favoritnya, setelah memarkirkan motornya ia langsung melihat jadwal tugasnya secara online dan hari ini ia bertugas dengan Emma di lantai 3. Ia senang sekali karena sudah sebulan tak berjumpa dengan Emma, ia ingin menceritakan semuanya agar unek unek dihatinya keluar dan ia jadi lega.
Saat ia sampai Emma sedang memeriksa pasien di beberapa kamar, ia pun melihat list pasien selain yang Emma periksa itulah yang menjadi tugasnya memeriksa. Dengan cekatan ia memeriksa beberapa ruang rawat ditemani seorang suster, sekitar 2 jam waktu yang diperlukan Nessa untuk memeriksa. Saat kembali ke ruang kantor suster, Emma sudah duduk di meja kerja dokter piket.
"Nessa.......kamu udah kerja lagi, ya ampun kangen banget gue," ucap Emma sambil berdiri dan mendekati Nessa kemudian memeluknya.
"Sepi banget nggak Ada Elo."
"Ish emang gue petasan bikin rame," kelakar Nessa.
"Eh Ness gue ada kabar spektakuler dan paling hot."
"Apaan sih Em, berisik tau."
"Nessa ah.....gue serius."
"Iya gue dengerin", ucap Nessa sambil duduk dan mengambil air mineral yang berada di meja.
"Ini tentang Arga."
"Ngapain sih lo bahas Arga Em?"
"Dia kerja disini Ness."
"What....!!!!!!" Nessa yang sedang minum langsung menyemburkan air yang ada di mulutnya ke Emma
"Ih Nessa, baju gue kan jadi basah," ucap Emma cemberut sambil membersihkan cipratan air di bajunya
"Sorry sorry Em, Lo serius?"
"Dua rius........"
"Sejak kapan? Perasaan pas kita masuk kan nggak ada nama Arga di daftar dokter RS Mutiara ini."
"Seminggu setelah elo tugas di rumah pak Tristan."
"Berarti 3 Minggu yang lalu?"
"Exactly."
"Kenapa juga gue harus ketemu dia lagi."
"Ya udahlah Ness, mungkin ini waktunya elo berbaikan dan berteman ama dia."
Nessa membuang nafasnya kasar, sebenarnya ia tak ingin bertemu Arga apalagi berteman, itu tak ada dalam pemikirannya karena putusnya hubungan mereka bukan dengan cara baik baik. Tapi itu dulu saat masih SMA tapi masih jelas berada diingatannya betapa sakit hatinya dikhianati.
"Ness......Nessa apa yang elo fikirkan, kok diem aja dari tadi gue panggil panggil."
"Eh....eng.....enggak kok, hanya ingat masa itu."
"Udah jangan diingat itu kan udah lama Ness."
"Gue tau Em, gue ingin melupakannya tapi bayangan itu kadang masih melintas sesekali."
"Ya sudah, nggak usah difikirkan lagi, oh ya gimana kerjaan kamu di rumah pak Tristan beres kan, gaji gede dong berarti gue di traktir ya?"
"Boro boro Em, yang ada big problem gue."
"Maksudnya?"
Nessa menceritakan semua kejadian yang ia alami saat merawat Bu Nadin di rumah Tristan, sampai pertengkaran yang membuatnya mengundurkan diri.
"Seriusan Lo!!!!"
Nessa mengangguk
"Gue tinggal nunggu waktu aja surat pemecatan itu sampai ke tangan gue."
"Elo yang sabar ya Ness," ucap Emma sambil mengelus punggung Nessa.
"Tante Anaya tahu masalah ini?" Tanya Emma, Nessa hanya menggeleng..
"Gue nggak pengen membebani fikiran mama dan papa Em, kita lihat nanti aja baru aku fikirin lagi."
Lynagabrielangga