“Mama nggak bisa jawab, kan?” Sherina tersenyum getir. “Mama nggak pernah berubah. Dari dulu paling nggak suka liat kebahagiaanku.” Sherina beranjak, berjalan masuk ke kamarnya. “Dia saudara kamu, anak jalang!” teriak Resti. Tangan yang hampir memutar handle pintu itu terhenti. Berbalik menatap Resti yang menatapnya penuh amarah dan kebencian. “Apa maksud mama?” Burhan menarik lengan Resti untuk menghadapnya. Resti menatap Burhan penuh kekecewaan dan rasa sakit. Pengkhianatannya tak akan pernah bisa ia lupakan. Semua terasa begitu menyakitkan. Salahkan jika ia begitu dendam dan berniat membuatnya selalu menderita? “Vasco, lelaki itu, anak ... kita.” Jawabnya melemah. Burhan mengeryit, tentu bingung. “Anak kita?” Resti ngangguk. “Masih ingat? Saat aku pergi beberapa bulan itu, mening