“Biarkan rasa ini tetap menjadi miliku, meski pada akhirnya aku sendiri yang harus menghapusnya.” *** Perlahan Qiana membuka kedua matanya. Namun ia kaget, ketika dilihatnya Erlangga hanya beberapa senti saja dari wajahnya. “Lang!” Qiana refleks menutup mulut dengan telapak tangannya. Membuat Eralangga kikuk, ia segera menjauhkan wajahnya. “Maaf, Yang. Aku enggak bermaksud. Aku hanya—” “Sssttt ....” Qiana menutup mulut cowok itu menggunakan telunjuk dan menggeleng pelan. “Aku mengerti. Apa pun yang kamu katakan, Lang. Tapi, jangan, ya.” Erlangga bengong. “Yang, aku tadi—” “Aku ngerti, jangan dibahas,” tempas Qiana lagi. Erlangga bungkam. Ia jadi sangat malu, Qiana pasti mikir dirinya cowok m***m yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. “Tapi, Na ....” “Nggak a