“Cintaku bukan hanya sebatas rindu. Bukan hanya sebatas keindahan yang kamu miliki saja. Bahkan, hitammu adalah dambaanku.” *** “Dokte! Dokter!” teriak Glen, panik. Kemudian terlihat Dokter dan suster menghampiri, membawa serta ranjang dorong untuk mengangkut pasien. Perlahan, Erlangga meletakan tubuh Qiana di atas ranjang dengan sangat hati-hati. Kemudian ikut mendorongnya dengan sebelah tangan masih menggenggam hangat tangan mungil gadis itu sampai di depan pintu ruang UGD. Sejenak, Erlangga mematung menatap pintu itu tertutup. Hatinya sakit, teramat sakit, membayangkan gadisnya di sana. Ia menunduk dalam, menahan keperihan yang menjalar di dalam dadanya. Namun, detik berikutnya ia segera menatap tajam ke arah Glen, menghampirinya dengan penuh amarah. Bugghh