Sehangat Mentari

1485 Kata

pagi yang cerah. Matahari bersinar dengan begitu  gagahnya. Terlihat sepasang muda-mudi sedang berlari santai dengan sesekali keduanya saling mengusili satu sama lain. Seperti saat ini, Erlangga menarik ikat rambut Qiana sambil berlari, sehingga gadis itu mengejarnya dengan kesal karena rambutnya jadi acak-acakan. “Lang, siniin!” Qiana berusaha mengejar langkah lebar itu. “Kejar kalo bisa!” ledek Erlangga, menjulurkan lidahnya. “Lang, aku cape!” Qiana menyerah. Gadis itu berhenti untuk mengatur napasnya. “Masa segitu aja capai? Semalam siapa coba yang ngajak lari?” Erlangga menghampirinya. “Tapi larinya santai, bukan kaya tadi,” rengek Qiana.  “Ayo sini!” Erlangga berjongkok membelakangi Qiana.  “Apaan?” “Aku gendong, sini!” ucap Erlangga lagi. “Nggak mau!” “Cepet! Mu

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN