Erlangga kembali berangkat sekolah, ia sudah terbebas dari hukumannya. Kalau dulu di ruang musik, Qiana memakaikan dasi untuk kekasihnya, sekarang di dalam mobil sebelum mereka turun. Padahal di rumah Qiana juga bisa, namun Erlangga mintanya berdua saja. Ia malu kalau kedua orang tua Qiana melihat semua adegan romantis itu. “Nakal nggak nih, selama aku nggak sekolah?” Erlangga menatap gadis yang sedang memakaikan dasi untuknya. “Nakal apaan sih?” “Siapa tau kamu nakal, lirik sana. Lirik sini.” “Apaan? Emang gak boleh lirik-lirik. Orang punya mata, ya pasti lirik-lirik. Dasar kamu!” Gadis itu mencubit hidung Erlangga. “Aw! Sakit, Yang! Hidung langka nih, susah nyarinya!” Erlangga meringis mengusap hidungnya. “Rasain tuh. Kalau ngomong emang nyebelin banget!” Qiana menyudahi ak