Part-5

766 Kata
Meski hatinya kesal, Putri mencoba menutupinya. Ia mendekat ke arah Alan dan Luna yang masih pada posisi mereka. Duduk berhadapan dengan Luna berada di atas sofa, dan Alan berjongkok di lantai. Tangan Alan masih berada si perut Luna. Luna tersenyum miring. Ia merasa dirinya menang, karena berhasil membuat Putri melihat suaminya bermesraan dengan dirinya. "Mas...." Putri memanggil Alan lagi. "I-iya? Ke-kenapa kamu di sini, Put?" Alan tergagap karena merasa gugup kepergok Putri. Meskipun Alan selalu berbicara tentang kedekatan dan perasaannya kepada Luna, tetapi Alan tidak pernah melakukan hal yang melanggar norma dengan Luna. Bahkan baru kali ini, Alan berciuman dengan wanita itu. "Hanya ingin makan siang bersama Mas," jawab Putri santai. "Tapi Alan akan makan siang denganku," kata Luna, setelah ia merapikan pakaiannya. Alan berdiri, tanpa diduga, Putri mencium bibir Alan di depan Luna. "Hanya ingin membersihkan bekas lipstik Luna," ucap Putri kemudian mengusap bibir Alan dengan ibu jarinya. Luna geram. Ia kesal dengan apa yang Putri lakukan. "Aku boleh ikut kan, Mas?" tanya Putri. "Hah? Engh, i-iyya. Boleh," jawab Alan masih seperti orang linglung. Tentu saja Luna tidak suka akan hal tersebut. "Mau makan di mana?" Putri bertanya lagi. "Mau makan di mana, Lun?" Alan menanyakannya kepada Luna. "Terserah! Nafsu makanku sudah hilang!" jawab Luna ketus. Putri tersenyum, karena ia berhasil membuat Luna kesal. Meski ia juga merasa kesal, karena Alan terlihat sangat menikmati saat berciuman dengan Luna. Mereka pergi bertiga dengan menggunakan mobil Alan. Putri mencuri start untuk duduk di jok depan, di samping kemudi. Sedangkan Luna duduk di jok belakang. Putri tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia terus saja menyenderkan kepalanya di bahu Alan. Tangannya menggandeng lengan Alan. Sesekali Alan melirik ke arah Luna lewat cermin yang menggantung di depannya. Ekspresi marah dan kesal jelas terlihat di wajah Luna. Sampai di tempat makan, Putri terus saja menggandeng lengan Alan mesra. Tanpa malu-malu, Luna menggandeng lengan Alan yang satunya. "Kalian apa-apaan, sih? Jangan buat aku malu!" "Siapa yang buat malu, Mas? Aku istri Mas, wajar melakukan ini. Jika ada yang membuat Mas malu, berarti itu mantan pacar Mas." "Kamu yang kekanak-kanakan!" Luna tak terima dikatai oleh Putri. "Sudah-sudah!" Mereka makan dalam diam. Hingga makan siang mereka selesai, tidak ada yang membuka suara. Akhirnya Luna memilih pulang menggunakan taksi, karena ia juga malas jika harus melihat Putri yang terus saja menempel pada Alan. Luna mengakui dirinya kalah kali ini, namun ia tidak akan membiarkan Putri menjadi pemenangnya. ** Lain Luna, lain Putri. Jika Luna langsung pulang setelah makan siang, Putri ikut kembali ke kantor Alan. "Maksud kamu apa sih tadi?" tanya Alan saat mereka sedang berjalan menuju ruangan Alan. "Nggak ada maksud. Hanya ingin menunjukkan kepada dunia, kalau Mas sudah punya istri." "Pada dunia atau pada Luna?" "Dua-duanya. Enak saja dia mencium ini," jawab Putri diakhiri dengan mengecup bibir Alan sekilas setelah sebelumnya mengamati sekitarnya. Putri memang berusaha keras untuk menjadi pribadi yang lebih agresif. "Apa yang membuatmu berubah?" "Rasa ingin bertahan." "Apa kamu mencintaiku?" "Kita sudah disahkan di hadapan Tuhan. Dan aku rasa, itu bukan main-main. Tidak adanya cinta, bukan berarti kita harus mengakhiri semuanya." "Tapi kamu tahu aku mencintai Luna." "Silakan Mas mencintainya. Tapi aku yang sekarang, bukan lagi aku yang dulu, yang hanya bisa diam saat milikku diambil orang." "Apa kamu mau berjuang mendapatkan hatiku?" "Tentu saja, itu alasanku ada di sini sekarang." Alan dan Putri masuk ke dalam ruangan Alan. Setelah berada di dalam, Putri memeluk Alan. Ia memciumi pipi Alan. Tiba-tiba ponsel Alan berbunyi tanda ada pesan masuk. Putri yang sudah menebak itu dari Luna, langsung bersikap lebih agresif lagi. Yang tadinya sasaran Putri hanya pipi, kini turun hingga ke rahang Alan. Tentu saja hal itu membuat konsen Alan sedikit terganggu. "Kamu mau menggodaku lagi?" Alan bertanya saat sudah meletakkan ponselnya di meja. "Ya, jika Mas memang merasa tergoda." "Jangan salahkan aku, jika yang terjadi justru sebaliknya." "Oh, ya?" "Kamu baru belajar, aku rasa, aku lebih berpengalaman." Alan membanggakan dirinya sendiri. "Oh, ya? Tapi aku belum pernah tahu tentang itu." Putri menantang Alan. Ia hanya ingin mencairkan hati Alan. Karena baru sekarang ini, ia bisa mengobrol lama dengan suaminya itu. Sebelum ini, mereka sama-sama cuek. Apalagi Putri sudah terlanjur putus asa, saat tahu Alan hanya mencintai Luna. Terlebih saat wanita itu kembali ke kehidupan Alan. "Jangan menantangku! Apa yang kita lakukan kemarin, belum ada apa-apanya." Alan membalik tubuh Putri agar memunggunginya. Ia mendekap tubuh Putri dari belakang, kemudian mengeksplor leher Putri dengan bibirnya. Putri hanya bisa menikmati tiap sentuhan Alan. Bahkan kakinya sudah merasa lemas. Ia meremas jas yang dipakai Alan. "Lihat, baru seperti ini saja kamu sudah tergoda." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN