"Karin," gumamku lagi dengan senyum dan bibir yang bergetar. Semakin lama, langkah ini semakin cepat. Setetes air mata kebahagiaan luruh tanpa bisa kubendung. Ini bukan mimpi! Ini nyata! Karinku masih hidup! "Sayang." Hampir saja aku berlari dan menghambur memeluknya jika tak mendengar suara pria dari arah belakang. Sayang? Semakin Karin dekat, semakin terlihat jelas kalau ia bukan sedang memberikan senyum itu kepadaku. "Mas." Ia tersenyum. Senyum yang begitu kurindukan. Sayang, ia malah memberikan senyum itu pada pria dengan kemeja polos biru dan celana panjang hitam. Lengan panjangnya ia gulung hingga siku. Terlihat sekali ia bukan pria biasa kalau dinilai dari penampilannya. Aku spontan menepi perlahan dengan tungkai kaki yang terasa lemas. Gemetar. Memandang tak percaya Karin y

