Nurani melangkah ringan menuju kantin, menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Setiap sudut kampus baginya adalah tempat asing yang masih harus ia jelajahi, namun ia tak pernah merasa terintimidasi. Kehidupan di kampus tidak semegah dunia mansion Nelson, tapi di sini, ia bisa menikmati keheningan tanpa bayang-bayang para pelayan atau tatapan tajam dari orang-orang yang memandangnya sebagai 'calon istri bos besar.' Saat memasuki kantin, pandangannya menyapu ruangan yang dipenuhi mahasiswa. Mereka tampak tenggelam dalam percakapan dan tawa, dunia yang terasa jauh dari jangkauan Nurani. Ia berjalan menuju meja di tengah kantin yang kosong, tempat yang menurutnya netral dan aman dari pandangan penasaran. Setelah mengambil makanan dari prasmanan, ia duduk dan mulai menikmati makan siang