Langit senja mulai memeluk bumi dengan cahayanya yang temaram, memendarkan semburat keemasan yang menyusup lembut melalui jendela besar di ruangan itu. Nelson berdiri membelakangi Satria, bayangannya memanjang di lantai marmer yang dingin, seolah menyatu dengan kesunyian yang menyelimuti mereka. "Jangan bilang tua masih memikirkan Nona Kristi?" Suara Satria terdengar menggantung, mengguncang hening yang terlalu pekat. Ada nada kecewa dalam tiap kata yang diucapkannya, seakan-akan pertanyaan itu lebih merupakan harapan kosong daripada tuduhan. Satria, yang biasanya tegar, kini terlihat rapuh di hadapan pikiran akan pengkhianatan. Nelson tetap membisu, dan diamnya adalah racun bagi Satria, yang tak mampu menyembunyikan kepedihannya. Hatinya serasa diremukkan oleh bayangan gadis malang itu—