“Kamu jangan terlambat. Nurani sudah hamil. Dan kamu harus segera menemui mereka,” suara Aron terdengar datar namun tajam, mengiris keheningan yang menyelimuti ruangan itu. Ada sesuatu dalam nada bicaranya yang membuat setiap kata seolah memiliki bobot yang berat, seperti angin dingin yang menyusup ke dalam tulang. Soraya, yang sedang duduk dengan sikap acuh, mengangkat alisnya dengan penuh keheranan. “Apa maksud kamu?” tanyanya, suaranya menggema dengan ketidakpercayaan. Matanya yang tajam menatap Aron, mencoba memahami apa yang tersembunyi di balik kata-kata itu. “Segera temui mereka,” ulang Aron dengan suara yang lebih rendah namun tegas, seakan menyembunyikan badai di dalam dadanya. “Karena kamu akan menyesal begitu mendengar bahwa mereka hidup bahagia.” Setiap kata yang keluar dari