“Tuan, airnya sudah siap!” Suara pelayan yang datang tiba-tiba itu memecah keheningan yang terjalin di antara mereka, membuat Nelson merasa kesal. Bibirnya yang baru saja mencium Nurani dengan penuh gairah kini harus melepaskan ciuman itu dengan berat hati. “Ok,” jawabnya dengan nada yang sedikit enggan. Perlahan, ia menjauhkan wajahnya dari Nurani, seolah masih ingin menikmati setiap detik yang tersisa di antara mereka. Namun, kenyataan memaksa Nelson untuk mundur, meski hatinya masih bergelora. Ketika jarak di antara mereka terbuka, Nelson menatap dalam-dalam kedua mata indah Nurani yang masih bersinar dalam keremangan ruangan itu. Sepasang mata yang seolah bercerita banyak, memancarkan cahaya lembut namun penuh hasrat yang baru saja terbangkitkan. Pandangannya kemudian jatuh pada bibi