Fardan duduk di kursi kerjanya. Fardan masih memikirkan pembicaraan ibunya dengan ibu mertuanya. Fardan merasa ibunya tidak salah, tapi ibu mertuanya juga tidak salah. Wajar ibunya marah karena dirinya dituduh mandul oleh ibu mertuanya. Sementara hasil pemeriksaan dari dokter yang sering ia jalani hasilnya ia sehat. Tidak ada kekurangan apapun yang membuatnya tidak bisa memiliki anak. Fardan juga mengerti kenapa ibu mertuanya meragukan hasil pemeriksaan dokter. Karena dua kali pernikahannya Fardan tidak memiliki anak. Pernikahan pertama dengan Sari selama lima tahun dan pernikahan kedua dengan Eva Selina selama sembilan tahun. Namun Fardan tidak bisa menjelaskan kenapa belum memiliki keturunan, karena ia tidak berusaha menunda punya anak. Fardan menjalani hidup seperti orang lain. Fardan tidak pernah main perempuan, tidak pernah minum yang mengandung alkohol, tidak pernah memakai obat terlarang. Hidupnya lurus tanpa ada simpangan.
Fardan berusaha mengerti keresahan ibu mertuanya. Eva anak tunggal sama seperti dirinya. Tentu hanya dari Eva saja bisa mengharapkan cucu. Eva jelas tidak mungkin mandul. Karena sebelum menikah dengan Fardan, Eva sudah pernah menikah dan pernah hamil, tapi keguguran. Ini membuktikan kalau Eva tidak mandul. Fardan yang dipertanyakan kesehatannya.
Ibu dan ibu mertuanya berdebat sehingga ibu mertuanya menantang Fardan untuk menikah lagi. Agar bisa membuktikan kalau Fardan tidak mandul. Mendengar itu ibunya Fardan sempat terpicu amarahnya. Tapi akhirnya setuju. Eva tidak bisa berbuat apa-apa karena itu usulan ibunya. Eva harus menerima keputusan itu. Keputusan yang mungkin terbaik untuk rumah tangga mereka.
Ibunya menyanggupi mencarikan wanita yang bersedia menikah kontrak dengan Fardan. Ibunya minta Fardan tidak usah memikirkan. Cukup akad nikah saja nanti. Fardan percaya dengan ibunya. Ibunya wanita yang luar biasa. Dari orang miskin bisa bangkit menjadi konglomerat. Itu sesuatu yang istimewa. Ibunya punya beberapa cabang tokonya di beberapa kota besar. Toko kue yang namanya sudah terkenal. Fardan sangat menghormati ibunya. Ibunya rela terpisah dari dirinya demi untuk bekerja di luar negeri. Sedang ayahnya, Fardan hanya tahu ayahnya seorang bule. Ayahnya meninggalkan ibunya tanpa tahu ibunya sedang hamil dirinya. Itulah kenapa matanya biru, rambutnya coklat. Fardan tidak ingin lagi mencari tahu siapa ayahnya. Cukuplah tahu siapa namanya dan asal usulnya saja. Nama ayahnya Ferdinan Wicknes. Tampaknya ibunya sangat mencintai ayahnya, hingga sekarang tidak berniat menikah lagi. Atau ibunya masih trauma karena pengkhianatan ayahnya Fardan.
Tentang istrinya, Eva Selina, sekarang usia Eva 33 tahun. Sementara usia Fardan 40 tahun. Mereka bertemu di salah satu toko ibu Fardan. Obrolan yang berlanjut ke pernikahan. Selama menikah sembilan tahun tidak ada riak yang berarti diantara mereka. Karena mereka sama-sama pengusaha, mereka jadi jarang bertemu. Eva kadang pergi ke luar kota mengunjungi usaha kecantikannya yang ada di sana. Bagi mereka hal itu sudah biasa. Fardan percaya dengan kesetiaan istrinya. Tidak ada sedikitpun rasa cemburu atau curiga. Fardan tidak melarang Eva melakukan apa yang Eva suka. Fardan yakin Eva bisa bertanggung jawab atas kepercayaannya.
Ponsel Fardan berbunyi. Fardan menatap ponsel, ternyata telepon dari ibunya.
"Halo, Bu," sapa Fardan.
"Ibu sudah bicara dengan perempuan itu. Ibu katakan ini hanya nikah kontrak. Jika dalam dua tahun dia tidak hamil, maka kontrak berakhir." Bu Farah langsung menceritakan pembicaraan dengan Mey. Tapi Bu Farah tidak menyebutkan kalau wanita pilihannya adalah Mey.
"Siapa wanita ini, Bu?" Fardan ingin tahu siapa wanita pilihan ibunya.
"Kamu tidak perlu tahu sekarang. Dia janda tanpa anak. Kalau sudah pasti dia menerima, baru ibu katakan siapa dia." Ibunya tetap tidak mau mengatakan siapa wanita itu.
"Ibu. Aku penasaran. Bagaimana aku bisa menikah dengan wanita yang tidak aku kenal. Sedang kami harus bekerja sama untuk memenuhi keinginan Ibu." Fardan mendesak ibunya untuk menceritakan.
"Jangan khawatir. Sebelum kalian menikah Ibu akan memberitahu kamu siapa dia."
"Baiklah, Bu. Semoga dia bukan wanita yang banyak bicara. Aku kurang suka wanita yang banyak bicara."
"Kamu tidak perlu khawatir. Setelah menikah fokus untuk membuat anak saja."
"Iya, Bu."
"Sudah ya. Jangan lupa makan siang."
"Iya, Bu."
Pembicaraan mereka berakhir. Fardan meletakkan ponselnya. Walau penasaran siapa wanita itu, tapi Fardan tidak ingin mendesak ibunya. Fardan yakin ibunya tidak mungkin memilihkan wanita sembarangan untuk melahirkan anaknya. Walau hanya sekedar pernikahan kontrak, tapi wanita itu akan melahirkan anaknya. Tidak mungkin ibunya memilihkan wanita dari tepi jalan.
"Kenapa Eva harus menyetujui hal ini? Tidak adakah rasa cemburu di dalam hatinya? Ataukah sesungguhnya dia sudah bosan dengan pernikahan kami?"
Rasa curiga tiba-tiba muncul begitu saja dalam diri Fardan. Hubungannya dengan Eva selama ini baik-baik saja. Tidak pernah ada pertengkaran atau keributan di antara mereka. Mereka berdua memahami kesibukan masing-masing. Fardan sering keluar kota untuk meninjau proyeknya, Eva juga kerap melakukan hal sama. Hidup rumah tangga mereka damai dan sejahtera. Tidak pernah mempersoalkan anak yang belum hadir di antara mereka. Hanya Evi, ibunya Eva yang sering menyindir Fardan. Fardan tidak pernah menanggapi, tapi ibunya merasa tidak bisa diam saja. Akhirnya mertuanya menantang Fardan untuk menikah lagi. Untuk membuktikan bahwa benar Fardan tidak mandul.
Fardan mengusap wajahnya. Berusaha menelusuri kesalahannya, sehingga sampai saat ini Tuhan belum berkenan memberinya keturunan. Fardan merasa tidak pernah main perempuan. Hidupnya hanya berisi kerja dan kerja. Tidak ada kesalahan yang bisa membuat Tuhan murka kepadanya. Sikapnya kepada istri juga baik-baik saja.
Istrinya juga tidak mungkin berbuat kesalahan. Istrinya memang cantik karena bergerak dibidang kecantikan, tapi Fardan yakin istrinya setia. Buktinya pernikahan mereka bisa bertahan sampai sekarang.
Sebulan tahun bukan waktu yang sebentar. Sembilan tahun itu lama. Tidak semua pernikahan bisa bertahan sembilan tahun. Apalagi belum ada keturunan di antara mereka. Eva menanggapi tidak ada anak dengan santai saja. Begitu juga dengan Fardan. Sampai akhirnya muncul perdebatan diantara ibunya Fardan dan ibunya Eva.
"Semua sudah terjadi. Apa yang akan terjadi didepan nanti aku harus bisa menerima."