"Nak, kamu jangan panik ya. Muliya pasti cuma lagi kesel aja, biar Ibu yang ngomong sama dia dulu." Adimas mencekal tangan Jamiatun cepat, bola matanya bergerak tak tentu arah. "T-tolong bicara sama Muliya Buk, saya bener-bener takut kalau—" "Ssshhh." Jamiatun tersenyum samar, menepuk-nepuk punggung tangan Adimas pelan. "Untuk sementara biar Muliya tinggal sama Ibu dulu, kamu mohon ngertiin ya." Ujar Jamiatun terlihat tenang meskipun sebenarnya ikut menahan gemetar di suaranya. Adimas menggigit bibirnya, hanya bisa patuh. Jamiatun tersenyum kalem, selanjutnya kembali masuk ke rumahnya. "Kenapa jadi begini?" Gumam Adimas menunduk dalam, benar-benar merasa ketakutan. *** Tok tok tok! "Ibuk masuk ya Lia." Ijin Jamiatun sambil perlahan mendorong pintu kayu itu sampai terbuka lebar lalu