Menemui Keluarga Takizaki

1130 Kata
Waktu terasa berhenti untuk sepersekian detik ketika mata mereka bertemu pandang dalam jarak dekat begitu. Zakiyah terpaku melihat Jayden yang kini berada di atasnya, dengan posisi push-up yang ambigu. Dia bisa merasakan lutut Jayden bertumpu di antara kedua kakinya, membuat darahnya berdesir. Jayden pun demikian, kali ini matanya tak bisa menolak pesona kecantikan Zakiyah yang terlihat jelas di bawahnya. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti, dia bahkan bisa mencium aroma lembut dan manis. Matanya bergulir, memandangi leher jenjang yang sedikit berkeringat itu, bahunya yang indah serta tulang selangka yang membuat sesuatu bergerak di bawah sana. Membayangkan bagaimana seandainya bibirnya bergerak menyusuri garis leher dan turun ke bahu dan memberikan kecupan mesra di sana. Hanya saja ketika dia kembali menatap mata itu, Jayden tersadar ketika dilihatnya bulir bening yang mengalir seiring dengan Zakiyah yang memalingkan wajah darinya. Dia pun mengerjap, buru-buru bangun dan berdiri menjulang, berbalik tanpa terlihat berniat membantu Zakiyah untuk bangun. “Bangun dan bersihkan dirimu. Kita akan pulang ke rumah malam ini juga!” perintahnya dengan nada dingin, kemudian beranjak melangkah pergi keluar dari kamar. Seiring dengan pintu yang tertutup, Zakiyah pun terisak dan tangisnya tumpah. Meringkuk memeluk dirinya, meratapi nasib buruk yang menimpanya. *** Perjalanan menuju rumah Takizaki terasa lebih cepat bagi Zakiyah, dia yang sejak naik ke mobil hanya diam dan melempar pandangannya ke luar jendela dan Jayden tak sedikitpun menegurnya. Atau bahkan tidak peduli dengan apa yang dia rasakan. “Kiya, ayo turun!” Zakiyah mengerjap, sadar jika rupanya mereka sudah tiba di depan rumah megah Takizaki yang terkenal itu. Dia memang melamun sejak tadi, meratapi nasib dan bertanya-tanya ke mana Siera pergi. Ketika dia tersadar, terlihat Jayden berdiri di luar pintu mobil, menunggunya keluar. Zakiyah termangu melihat tangan lelaki itu yang terulur di hadapannya. “Ayo! Jangan buat ayah dan ibuku menunggu terlalu lama!” tukas Jayden lagi. Zakiyah langsung kesal mendengar nada suara Jayden yang tidak mengenakkan, menurutnya siapa yang memaksa pergi menemui kedua orang tua Jayden dalam situasi mereka yang dingin begini. Tanpa menerima uluran tangan Jayden, Zakiyah pun turun sendiri dari mobil dan melewatinya begitu saja. Jayden pun menggertakkan rahang, serta merta dia menangkap pinggang ramping Zakiyah dan menariknya hingga gadis itu pun terjatuh menabrak tubuhnya. “Uncle!” pekik Zakiyah kaget, antara senang dan juga jengah tubuh mereka merapat begini. Tapi jika tidak begitu, sudah pasti dirinya akan jatuh karena tarikan tangan kokoh Jayden. “Apa-apaan, sih!” gerutunya seraya berbalik dan memukul d**a Jayden. Tapi kemudian tangan kecilnya langsung tak berdaya ketika Jayden menangkap pergelangan tangannya dan menahannya. Jayden mendekatkan wajahnya dan menatap kedua bola mata Zakiyah lekat-lekat. “Dengar, Kiya. Dengan terikatnya kamu sebagai istriku, maka kamu juga harus menurut pada semua perintahku, itu semua karena tingkah aunty-mu yang hilang akal itu dan kamu di sini sebagai jaminan sampai dia kembali dan mempertanggungjawabkan sikap liarnya terhadap aku dan keluargaku!” ucapnya dengan nada dingin dan tajam. “Tapi itu nggak adil, Uncle, aku sama sekali nggak terlibat dalam rencana aunty Siera!” sergah Zakiyah, berusaha tetap tegar dan tidak gentar menghadapi Jayden. “Aku tidak mau tahu!” tukas Jayden mengguncang cengkeraman tanganya, “kalian satu keluarga yang pintar mengeluarkan air mata dan bertingkah polos untuk membuat orang lain iba. Tapi jangan harap aku akan percaya pada air mata bawang kalian itu meski kamu menangis darah sekalipun!” Zakiyah merasa harga dirinya terluka dituduh seperti itu, Jayden tidak percaya jika dia pun bahkan tak tahu apa-apa dan tidak tahu menahu ke mana Siera. Seandainya Siera tidak kembali, maka dia akan terjebak selamanya bersama monster mengerikan seperti Jayden. Jayden menginginkan jawaban dari Zakiyah, tapi yang dilihatnya adalah wajah pucat pasi dan gadis itu meringis dengan mata berkaca-kaca. Jayden pun tersadar, dia sudah menyakiti gadis itu. “Sudah!” tukasnya seraya melepaskan tangan Zakiyah, sambil memalingkan wajahnya, tak ingin luluh melihat air mata yang menggenang di kelopak matanya. Zakiya terisak lirih, menatap kulit putih pergelangan tangannya yang kini tergambar jelas tanda merah bekas cengkeraman Jayden barusan. “Jayden?” Jayden dan Zakiyah sama-sama kaget mendengar suara teguran Jayne yang muncul dari dalam, sambil menuntun anak semata wayangnya. Zakiyah pun cepat-cepat menghapus air matanya dan berusaha membentuk senyuman sewajar mungkin di wajahnya. “Jayne!” sahut Jayden merentangkan kedua tangannya menyambut Jayne, sambl sedikit menghalangi pandangan saudari kembarnya itu dari Zakiyah yang sibuk menenangkan diri. Jayne memang jeli, matanya menyipit melirik ke balik punggung Jayden yang mana Zakiyah kemudian buru-buru muncul tersenyum canggung ke arahnya. Jayne mendelik pada Jayne. “Kamu apakan anak orang, Jayden? Dia masih kecil!” geram Jayne. Zakiyah mengangkat alis, sadar jika ternyata Jayne sudah tahu akan dirinya dan cerita sebenarnya di balik kejadian ini. Jayden hanya mengedikkan bahu sambil beralih menggendong Ranu, keponakannya. Lalu melengos pergi begitu saja, pergi duluan masuk ke rumah. “Dasar–dia itu!” geram Jayne. Zakiyah seketika gugup dan canggung, Jayne terlihat akan mendukung dan membelanya dirinya tapi masih belum meyakinkan. Dia harus melihat situasi, apa wanita cantik saudari kembar suaminya itu akan membantunya atau malah sebaliknya. Belum lagi dia belum tahu bagaimana sikap kedua mertuanya–Daylon dan Zalikha, yang tentunya terkejut dan bingung karena bukan Siera yang menjadi menantunya. “Kamu tidak apa-apa?” Zakiyah mengerjap, sadar dan malu jadinya karena terpergok tengah menatap Jayne. “I-iya, aku baik-baik saja!” jawabnya dengan pandangan tertunduk. Jayne menghela nafas dalam-dalam, dia tahu Zakiya juga terguncang dengan kejadian ini. Dia pun ikut geram dan bertanya-tanya kenapa Siera tiba-tiba saja mengambil tindakan nekad seperti itu di hari H pernikahannya dengan Jayden. “Mari masuk dulu, kami juga sudah menunggu di dalam!” ajak Jayne seraya meraih tangan Zakiyah. Zakiyah tentu saja tak bisa menolak karenanya, semakin yakin jika Jayne akan berpihak padanya dan melindunginya dari Jayden. Dia pun mengangguk dan menurut ketika Jayne mengajaknya berjalan memasuki rumah mewah itu. Suasana rumah yang pernah dia lihat di sebuah acara reality show yang membahas interior rumah-rumah mewah di Indonesia, dan salah satunya adalah rumah Takizaki. Ada banyak ornamen dan hiasan-hiasan mahal dan lukisan berharga terpajang di sana, dan sebagian besar adalah segala hal yang berhubungan dengan negeri matahari terbit. “Itu Jiro!” tunjuk Jayne, sejenak membuat Zakiyah mengalihkan perhatiannya dari kekaguman akan kemewahan rumah. Zakiyan pun melihat ke arah yang ditunjuk, terpaku dia melihat adik bungsu Jayden dan Jayne yang berdiri mengawasinya dari lantai dua. Pemuda itu mengangguk samar sebagai ganti sapaan untuknya. “Kemarin dia tak sempat datang ke acara pernikahan kalian, pesawatnya terjebak delay karena cuaca buruk dan baru tiba tadi pagi,” tutur Jayne. Zakiya mengangguk saja mendengarkan. Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan luas dengan interior mewah, penuh dengan perabotan yang tertata rapi. Hatinya seketika gugup dan gentar ketika melihat adanya Daylon dan Zalikha yang tengah duduk bersama Jayden, keduanya menoleh dan menatap ke arahnya, seolah tak sabar ingin segera melempar ribuan pertanyaan tentang Siera pada Zakiyah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN