“Bagaimana kalau kalian menginap saja dulu di sini?” kata Zalikha tiba-tiba.
“Ya?” sahut Zakiyah dan Jayden bersamaan, lalu saling pandang seolah meminta pendapat satu sama lain.
“Eh–”
“Ya, itu lebih baik!” kata Jayden cepat, Zakiyah menoleh padanya dengan tatapan bingung.
Daylon mengiyakan. “Ya, ini sudah terlalu malam, kalian juga pasti lelah jika harus kembali ke hotel,” ujarnya menimpali.
Zalikha tersenyum senang begitu mendapat dukungan dari suaminya. Dia lalu kembali menatap Jayden dan Zakiyah.
“Ya? Kasihan Kiya, setidaknya biarkan dia berbaur bersama kita dulu barang semalam saja sampai besok kalian kembali pulang ke hotel,” katanya, tersenyum penuh harap pada Jayden.
Jayden mengangguk saja dan tersenyum mengiyakan permintaan ibunya itu.
“Iya, Ma, aku ngga bisa memaksa Kiya. Dia pasti masih kaget dengan situasi ini dan aku berhutang permohonan maaf padanya!” ucapnya, seraya meraih tangan Zakiyah dan menggenggamnya dengan hangat.
Zakiyah, antara kaget, takjub, dan juga bingung dengan sikap manis Jayden terhadap dirinya. Seandainya dia adalah salah satu gadis yang tergila-gila pada lelaki itu, sudah pasti dia akan percaya begitu saja dengan semua ucapannya.
“Bagaimana, Kiya? Kamu nggak keberatan kita menginap di sini malam ini, ‘kan?” tanya Jayden.
Zakiyah tersadar dari buaian sikap manis Jayden ketika lelaki itu menggenggam tangannya erat, menatap penuh cinta namun menyimpan ancaman halus di dalamnya. Membuatnya tak berdaya dan tak mampu melawan keinginan pria itu.
“B-baiklah, aku setuju!” jawabnya dengan senyum kaku di bibirnya, semoga Zalikha dan Daylon tak menyadarinya.
“Syukurlah!” ucap Zalikha, dia segera memerintahkan pelayan untuk merapikan kamar Jayden.
Zakiyah dibuat bingung jadinya, tak tahu harus bagaimana dalam bersikap. Sikap manis dan hangat keluarga Takizaki dalam menyambutnya, jauh berbeda dengan yang dirasakannya dari Jayden. Jayne, yang tahu lebih dulu situasi mereka,turut bergabung berkumpul lagi bersama mereka dengan membawa serta Ranu, putri semata wayangnya.
“Ranu kok belum tidur, Sayang? Ini kan sudah larut!” kata Jayden, sikapnya yang biasa dingin dan penuh aura kejam di luar sana, seolah berubah menjadi laki-laki hangat dan cinta keluarga di dalam rumah ini. Dia melambai seraya berlalu menuju kamarnya di lantai atas.
Zakiyah seolah masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Jayden yang dikenalnya ketika bersama Siera, lalu saat menjadi suaminya, dan yang dia lihat tadi ketika sedang bermain dengan Ranu, seolah merupakan 3 orang yang berbeda. Membuatnya meragukan perasaan dan dugaannya sendiri.
“Kiya, ini!”
Jayne muncul membawa sebuah kado berupa tas kecil dari salah satu merek ternama. Dengan sebuah pita merah sebagai pemanis terikat di pegangannya.
“Apa ini?” tanya Zakiyah bingung.
Jayne terkekeh. “Ini hadiah khusus dariku, hanya buat kamu,” katanya, “kamu harus punya hadiah dan kado atas namamu sendiri daripada banyaknya bingkisan yang ditujukan untuk Siera di apartemen nanti,” tambahnya.
Sekejap Zakiyah merasa terharu karenanya, mengetahui ada orang yang menyadari keadaan yang sebenarnya dan juga memperhatikan dirinya. Terlepas dari sikap Jayden yang dingin dan kejam, keluarga Takizaki sendiri memberikan gambaran lain yang bertolak belakang dengannya.
“Terima kasih banyak!” ucap Zakiyah tersenyum haru sambil memeluk tas itu.
Jayne mengangguk senang melihatnya.
Ranu kemudian tampak langsung akrab dengan Zakiyah, anak itu senang sekali bermain boneka dan dibacakan dongeng di kamarnya. Zakiyah sendiri merasa kagum dan takjub dengan kamar anak sekecil Ranu yang luas dan penuh dengan buku dan mainan edukatif, seolah Jayne tak mau ada benda yang tak berguna berada di kamar putrinya itu.
“Wah, Ranu suka sama Aunty Kiya, ya. Kamu senang sekali sampai nggak mau tidur!” gelak Jayne gemas, sejak tadi Ranu memberikan Zakiyah banyak mainan favoritnya untuk dimainkan bersama.
Zakiyah tertawa senang juga karenanya, menurutnya diterima dengan riang oleh anak kecil sampai diberi mainan adalah hal yang paling membahagiakan di dunia.
“Dia tahu jika Kiya itu baik dan tulus!” Zalikha muncul di kamar cucunya itu dan ikut serta bermain bersama.
Jayne tersenyum membenarkan sementara Zakiyah tersipu malu di hadapan mertuanya itu. Zalikha turut duduk di karpet da mereka bermain boneka bersama mereka, membiarkan Ranu memberikan peran masing-masing dan Zakiyah diberikan boneka yang menurutnya paling cantik.
“Ini, Aunty Kiya paling cantik,” katanya dengan pipi bulat kemerahan, rambut ikal serta mata jernihnya, juga bibirnya yang mungil merah alami, membuatnya terlihat seperti boneka Rusia.
Jayne dan Zalikha tergelak karenanya.
“Wah, Omah sudah bukan yang tercantik lagi, nih. Sekarang ada Aunty Kiya yang jadi pemenangnya!” gurau Zalikha berpura-pura merajuk.
Ranu buru-buru menghampiri neneknya itu dan memberikan boneka lain yang menurutnya lebih bagus, seperti ibu yang sedang membujuk anaknya yang sedang ngambek. Ketiga wanita dewasa yang bersamanya pun langsung tertawa gemas dan menggodanya.
“Sudah malam, Kiya, kamu istirahat saja, Sayang!” kata Zalikha tersenyum.
“Ya?” sahut Zakiyah seketika gugup.
“Iya, untuk sementara pakai baju tidurku dulu, nih!” kata Jayne menimpali, sambil memberikan kotak berisi pakaian tidur yang sebenarnya masih ada price tag-nya itu.
“Eh, i-iya!” Zakiyah tak bisa menolak, dia lalu pamit pergi dari kamar itu seolah diusir secara halus. Padahal Ranu masih merengek ingin bermain dengannya.
Tapi malam memang sudah terlalu larut bagi anak kecil seperti dia untuk masih terjaga, ini sudah hampir jam 11 malam. Zakiyah berjalan gontai menuju kama Jayden yang ditunjukkan pelayan tadi, kakinya terasa berat hendak ke sana. Apa jadinya dia melalui malam ini bersama pria berhati dingin itu.
“P-Permisi!”
Jayden yang sedang duduk santai dan minum, sedikit terkejut ketika Zakiyah masuk. Mengira jika itu Zalikha, dia buru-buru menyembunyikan botol minumannya yang berbentuk kotak kecil itu.
“Sial!” gerutunya terlihat kesal begitu melihat Zakiyah yang datang, kembali dia bersantai sambil meneguk isi botolnya.
Zakiyah mengerutkan keningnya, tidak suka dan tersinggung dengan umpatan Jayden barusan, yang sudah pasti tertuju padanya. Dia mendengus kesal lalu memutar tubuh, bermaksud untuk keluar dari kamar.
“E-eh! Mau ke mana kamu?” seru Jayden.
Zakiyah menoleh tajam pada Jayden. “Unlce nggak mau aku ada di sini, ‘kan? Jadi, ya, sudah aku keluar saja!” tukasnya kesal.
Jayden buru-buru beranjak dan menghampiri Zakiya, berdiri di hadapan gadis itu dan menghalangi ointu.
“Kamu mau membuat aku kena tegur orang tuaku, hah?” geramnya dengan suara pelan.
Zakiyah melipat kedua tangannya dan memalingkan wajahnya, tapi kemudian Jayden meraih rahangnya dan membuatnya terpaksa menoleh padanya.
“Jangan berani membantahku, Kiya. Kamu dan aku terikat perjanjian dan kamu berada di dalam kuasaku!” ancamnya.
Zakiyah menepis tangan Jayden, tanpa bicara dia melengos pergi dari hadapan Jayden.
“Di mana kamar mandinya?” tanyanya berdiri di tengah ruangan.
Jayden mendengus, tanpa bicara dia menunjuk ke arah kamar mandi yang menyatu dengan ruangan ganti miliknya.
“Masuk saja dan jangan sentuh apapun!” tukasnya.
Zakiya balas mendengus. “Siapa juga yang mau kepoin barang orang!” gerutunya seraya berlalu sambil mendekap kotak berisi baju tidur itu.