bc

Godaan Mesra Sang Duda

book_age18+
114
IKUTI
1.2K
BACA
family
HE
friends to lovers
confident
boss
heir/heiress
sweet
bxg
lighthearted
serious
city
childhood crush
addiction
like
intro-logo
Uraian

Rahayu Adiputri gadis polos berusia 21 tahun harus berhadapan dengan duda anak satu yang selalu menggodanya dengan hal-hal m***m, dan kata-kata menggoda itu selalu terlontar dari sang duda.

.

"Dek, sentuh perut Mas. Lebih enak dan kekar. Apalagi kalau kamu sentuh bawah perut Mas, uhh! Lebih nikmat dek." Tutur Hendro Rapasti, 38 tahun yang menyeringai melihat wajah pucat dan tegang Ayu.

.

"Ya-ng bawah? Bawah mana Mas?"

.

Hendro semakin menyeringai mendengar pertanyaan polos tersebut. "Yang bawah sini loh dek, enak dijilat dan rasanya kayak es krim. Kamu pasti ketagihan nanti. Kamu enak. Mas juga enak."

chap-preview
Pratinjau gratis
01. Tetangga Baru
Rahayu Adiputri, yang biasa dipanggil Ayu oleh orang-orang di sekitarnya, baru saja menginjak usia 21 tahun. Ia masih sangat muda, lembut, dan polos. Selama hidupnya, Ayu belum pernah dekat dengan laki-laki. Bahkan untuk sekadar berbicara dengan lawan jenis, ia selalu merasa canggung dan lebih memilih diam atau menghindar. Ayu dibesarkan dalam keluarga sederhana yang sangat menjaga nilai-nilai kesopanan. Ibunya seorang ibu rumah tangga yang sangat protektif, sedangkan ayahnya adalah seorang pensiunan guru yang tenang dan bersahaja. Hidup mereka sederhana namun damai. Ayu menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah—membaca buku, membantu ibunya memasak, atau menanam bunga di halaman depan. Namun, hidup Ayu yang tenang berubah sejak rumah kosong di seberang jalan akhirnya ada penghuninya. Sejak kecil, Ayu sudah terbiasa melihat rumah itu kosong dan penuh debu. Tapi pagi itu, suara mobil mewah yang berhenti di depan rumah itu membuat Ayu keluar dari jendela kamar dan mengintip diam-diam. Dari balik tirai, ia melihat seorang pria tinggi besar turun dari mobil. Rambutnya hitam, tubuhnya kekar, dan kulitnya tampak eksotis, seakan selalu terpapar sinar matahari namun tetap terawat. Ia mengenakan kemeja putih dengan kancing bagian atas terbuka, memperlihatkan sedikit bagian dadanya yang bidang. Pria itu tidak sendiri. Di belakangnya, seorang anak laki-laki kecil—mungkin usia 6 atau 7 tahun—turun dari kursi penumpang belakang dan langsung menggandeng tangan si pria. Ayu menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat tanpa alasan. Ia tak bisa mengalihkan pandangan dari pria itu. Ibunya tiba-tiba ikut mengintip dari balik tirai. "Itu dia tetangga baru kita," bisiknya. "Namanya Pak Hendro. Duda, katanya. Kaya juga. Pengusaha." "Duda?" gumam Ayu lirih. "Iya, istrinya meninggal dua tahun lalu. Anaknya satu. Katanya mau tinggal lama di sini, capek di kota besar." Sejak hari itu, Ayu sering melihat Hendro. Kadang ia menyiram bunga, dan pria itu tiba-tiba menyapa dari seberang jalan, "Pagi, Ayu." Suaranya dalam dan berat. Ayu biasanya hanya membalas dengan anggukan cepat lalu buru-buru masuk rumah. Tapi dalam hati, ia merasa aneh—deg-degan, malu, dan sedikit... penasaran. Beberapa hari kemudian, saat Ayu sedang menyapu teras, Hendro datang menghampiri. Anaknya sedang bermain di depan rumah, dan Hendro berjalan santai sambil mengenakan kaos tipis dan celana santai. Keringat di pelipisnya menambah aura maskulin yang membuat Ayu salah tingkah. "Kamu Ayu, kan? Putrinya Pak Darma?" tanyanya sambil menyeringai kecil. "I-iya... Pak Hendro, ya?" jawab Ayu gugup. "Jangan panggil saya 'Pak'. Panggil aja Mas Hendro. Saya belum tua-tua amat, kan?" ujarnya sambil tertawa kecil, memperlihatkan gigi putihnya yang rapi. Ayu tak menjawab. Ia menunduk dalam-dalam. Dalam hati, ia memarahi dirinya sendiri karena merasa gugup. Tapi tatapan mata Hendro terlalu dalam, terlalu tajam, dan terlalu... menarik. Pria itu memang beda dari semua pria yang pernah ia lihat. Bukan hanya karena ketampanannya, tapi karena cara dia berbicara—tenang, percaya diri, dan ada sesuatu yang membuat Ayu merasa seperti sedang dihipnotis. Beberapa hari kemudian, momen yang membuat Ayu hampir tak bisa tidur terjadi. Saat itu sore hari, Ayu baru selesai menyiram bunga. Hendro tiba-tiba keluar dari gerbang rumahnya, bertelanjang d**a hanya mengenakan celana olahraga panjang. Dadanya yang bidang dan berotot membuat Ayu mematung di tempat. Kulitnya sedikit mengkilap terkena cahaya matahari senja, dan ada keringat mengalir di sisi lehernya. Ia berjalan santai sambil melambai. "Hai, Ayu!" sapanya lantang. "Lihat-lihat bunga ya? Tapi jangan sampai keasyikan, bisa-bisa kamu jadi lupa ngelihat yang lebih segar." Ayu mengerutkan dahi. "Ma-maksudnya?" Hendro mendekat, cukup dekat hingga Ayu bisa mencium aroma sabun tubuh yang maskulin. Ia menunjuk ke dadanya sendiri lalu terkekeh. "Yang ini, misalnya. d**a kekar pria sejati, bisa jadi hiburan juga kan sore-sore begini?" godanya. Ayu langsung membalikkan badan dan berlari masuk rumah dengan wajah merah padam. Tapi dalam hatinya, ia menjerit. Bukan karena marah. Tapi karena malu. Malu-malu kucing. Ia menutup wajah dengan bantal saat masuk kamar dan berteriak pelan ke dalamnya. “Astaga... apa-apaan sih, Mas Hendro itu…” Tapi malam itu, Ayu tak bisa tidur. Bayangan tubuh kekar Hendro, suara beratnya, dan senyum menggoda yang selalu terbit dari wajah tampannya terus mengganggu pikirannya. Ia berguling di atas kasur, memeluk guling erat-erat, dan merasa tubuhnya mulai panas—bukan karena cuaca, tapi karena sesuatu yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Dan sejak hari itu, Ayu tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Shifted Fate

read
591.5K
bc

Chosen, just to be Rejected

read
129.5K
bc

Corazón oscuro: Estefano

read
808.4K
bc

Holiday Hockey Tale: The Icebreaker's Impasse

read
133.6K
bc

The Biker's True Love: Lords Of Chaos

read
296.3K
bc

The Pack's Doctor

read
633.2K
bc

MARDİN ÇİÇEĞİ [+21]

read
746.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook