Angin malam berhembus lembut ketika Hendro memarkir motornya perlahan di depan rumah Ayu. Lampu-lampu jalan sudah mulai meredup, menandakan waktu hampir tengah malam. Dari arah kejauhan, suara jangkrik bersahutan di antara gemerisik dedaunan. Ayu turun lebih dulu, melangkah pelan sambil menatap ke arah rumahnya yang berdiri tenang di seberang rumah Hendro. Di belakangnya, Hendro ikut turun sambil masih menggendong Kiano yang sudah tertidur pulas, wajah mungilnya bersandar di bahu ayahnya dengan napas yang tenang. Hendro menatap Ayu sejenak. Ada getaran aneh di d**a kirinya. Ia ingin mengucapkan sesuatu, tapi lidahnya terasa berat. Ayu membuka pagar kecil rumahnya. Ia menoleh. “Makasih udah nganterin, Mas... dan makasih juga buat malam ini.” “Hmm,” Hendro mengangguk pelan. “Aku yang har