13

1069 Kata
Panji sudah berada di dalam kamar itu. Ia melihat Maura yang sedang duduk bersandar. Mencoba berusaha untuk tidak bermalas -malasan agar tubuhnya tidak kaku. "Tuan? Terima kasih sudah membantusaya," ucap Maura lembut dengan senyum lebar. Ia tida tahu apa yang akan terjadi padanya bila tidak ada yang menolongnya dan tidak ada ynag mengtahui keberadaanya. "Ya. Sama -sama. Kau memanggil ku hanya untuk mengatakan hal ini?" tanya PAnji ketus. Ia merasa bodoh karena perempuan malam ini. Mau -maunya mendatangi kamar tamu, hanya untuk mendengarkan Maura mengucapkan terima kasih. Maura mengangguk pelan mendengar pertanyaan Panji. Memang hanya itu yang ingin Maura lakukan. Mengucapkan terima kasih atas bantuan Panji. "Iya. Memang hanya ingin mengucapkan itu. Apa Mara salah, Tuan?" tanya Maura yang malah bingun dengan sikap Panji. "Hah ... b*****h. Dasar perempuan." jawab Panji kesal dan ketus. Ia berbalik dan segera ingin pergi dari kamar tamu itu. Lalu, sekilas di dalam pikirannya yang sdenag kacau ingin membuat Maura seolah terus merasa bersalah dn berhutang budi kepadanya. Panji pun berbalik lagi dan berjalan menuju ranjang menghampiri Maura. "Satu hal yang aku lupakan, kau harus mengingat hal ini," ucap Panji lantang. Maura menatap lekat kedua mata Panji. Mata teduh yang pernah ia tatap saat lelaki tampan itu sdenag menggodanya dan berada di atas tubuhnya. 'Argh ... Kenapa, aku ini. Itu kan satu kesalahan yang tak perlu aku ingat, Dan itu hanya sesaat, seharusnya aku tak perlu kagum seperti ini,' batin Maura di dalam hati. "Apa itu?" tanya Maura lembut. ia penasaran sekali dengan apa yang ingin di utarakan oleh Panji. "Tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku membantu aku, tentu ada bayaran mahal di sana. Karena nyawa kamu telah berhasil aku tolong," ucap Panji dengan suara tegas dan lantang. "Apa? Ada bayarannya? Semua tidak gratis? Menolong itu pahalanya sangat besar, Tuan? Tapi, malah minta bayaran? Anda tidak ikhlas menolong ku, Tuan?" tanya Maura kemudian. Hahaha ... Suara tawa Panji membuat Maura menggelengkan kepalanya. "Aku butuh tenaga untuk menggendong kamu sampai atas. Kini, kamu tinggal gratis di villa ku dengan segala fasilitas, di beri makan, di obati, bisa istirahat? Kau pikir, tenpat ini milik nenek moyang kamu?" teriak PAnji kemudian. "Oke. Aku akan membayar semua ini. Berapa nominalnya? Tolong sebutkan? Aku akan mencari kerja setelah sembuh, lalu aku akan mencicil semua nominal yang tuan sebutkan sebagai p********n atas pertolongan tuan terhadap nyawa Maura," jawab Maura dengan kesal. Maura tak habis pikir dengan permintaan Panji yang tak masuk akal. Perlahan rasa kagumnya pun pudar. Maura malah menganggap Panji seperti malaikat pencabut kenikmatan surga. "Satu milyar," ucap Panji dengan mengulum senyum. Wajah cantik Maura membuat Panji sellau berdebar kencang di hatinya. SAmpai ia tak bisa bersikap lembut dan malah selalu mencari keslaahan atau perdebatan yang tak penting dan tak masuk akal. "Kau sudah gila tuan? Satu milyar? MAura harus mnegumpulkan berapa lama untuk mengumpulkan uang sebanyak itu?" ucap MAura gusar. Ia bingung, uang satu milyar itu bukan uang sedikit. Bahkan itu bisa menghidupi seumur hidupnya. "Kau bilag aku gila? Aku tidak gila. Kau bahkan bisa menjual dirimu dalam satu malam dnegan harga satu milyar? Kenapa kau harus bingung? kau bisa jual dirimu dengan harga fantastis," ucap Panji ketus. "Apa? menjual diri? Kalau Maura boleh memilih, lebih baik Maura menjadi pelayan seumur hidup dari pada harus menjual diri Maura. Kalau buka Ayah tiri Maura menjebak Maura, malam itu tidak akna pernah terjadi," ucap Maura masih berusaha membela diri. MAura hanya ingin Panji percaya dengan kata -katanya. Ia sama seklai tidak menjadi bagian dari penjebakan itu. "Kau tahu? Gara -gara malam itu, satu klien terbesarku menggagalkan proyeknya dan ia menganggap aku tidak profesional dan bukan lelaki baik karena tidur dengan perempuan malam sepertimu," ucap PAnji kesal sambil mendekatkan wajahnya kepada Maura. "Terus?" tanya Maura kesal. "Kau harus membayar kerugian perusahaanku," ucap Panji tegas. "Kenapa Maura yang di salahkan? Kenapa tuan tak menyalahkan seseorang yang membayar Maura lewat Ayah tiri Maura?" tanya Maura memberikan opsi lain. "Urusan ku dengan kamu, gadis cantik. Tadi kau bilang kau mau jadi pelayan seumur hidup dari pada harus menjadi perempuan malam? Betul kan?" tanya Panji mmastikan kembali ucapan Maura. Maura mengangguk pasrah. Ia memang tadi mengatakan hal itu. "Ya. Apa Maura harus menjadi pelayan juga?" tanya Maura pelan. "Ya. Mulai hari ini kamu adalah pelayanku atau asistenku. Segala kebutuhan ku, harus kamu yang menyiapkan da bukan orang lain. Aku hanya ingin kamu yang boleh menyentuh barang pribadiku. Paham?" tanya Panji tegas. "Ya. Maura paham. Mungkin Maura harus tahu semua nya tentang tuan. Tuan bisa jelaskan terperinci, apa yang tuan suka, apa yang tuan tak suka dan apapun tentang tuan harus tuan jelaskan," ucap Maura pelan. Mau tidak mau, Maura harus menerima tawaran Panji untuk menjadi pelayannya. Ia memang berhutang budi soal nyawanya tadi. Mungkin kalau ia berada di tangn orang yang salah, hidupnya akan menderita, bisa jadi ia di perkosa lalu di bunuh atau ia bisa saja di mangsa oleh binatang buas dan tubuhnya rusa di robek -robek dan di makan tak bersisa. Maura pun bergidik ngeri membayangkan hal yang bisa saja tadi terjadi pada dirinya. Untung saja ia di pertemukan oleh Panji, setidaknya hidupnya masih aman. Walaupun ia tetap harus membayar semua itu dnegan bayaran yang cukup mahal. "Oke. Besok, aku akan berikan rincian dan list apa yang kamu butuhka untuk mengetahui tentang saya. Sekarang kamu bisa istirahat dengan tenang. Mulai besok kamu sudah harus bekerja untuk saya," ucap Panji mengingatkan. Maura menunduk. Ia tak bisa menatap Panji terlalu lama. Rasa kagumnya karena ketampanan lelaki itu membuatnya benih -benih cinta itu tumbuh. Tapi, Maura harus tahu diri. Ia hanyalah perempuan malam yang sudah di jual Ayah tirinya dan kini ia menjadi pelayan. Takmungkin bermimpi setinggi langit dengan emua kekurangannya. Panji menatap Maura. Tangan Panji mengangkat dagu Maura agar gadis cantik itu menatap wajahnya. "Apa kau takut sehingga tak mau menatapku?" tanay Panji dnegan suara lembut. "Tidak Tuan. Maura hanya seorang pelayan, tak pantas menatap tuan," ucap Maura dengan jujur. "Aku tidak mau kau takut dengan ku Maura. Aku hanya ingin kamu menurut padaku karena kamu adalah pelayanku," ucap Panji lirih setengah berbisik. Panji pun mengecup bibir Maura lembut hingga membuat kedua bola mata Maura membola. "Tuan? Maura hanya seoarng pelayan. Jangan perlakukan Maura seperti ini," ucap Maura pelan. Panji melepaskan Maura dan tersenyum lalu mengedipkan satu matanya kepada Maura dengan nakal. Panji pun berdiri dan meninggalkan Maura termenung sendirian. Setelah kepergian Panji, Maura menyentuh bibirnya yang baru saja di kecup lembut oleh Panji. Degup jantungnya mulai bergemuruh dan berdegup sangat cepat sekali.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN