Pagi ini Maura sudah bangun dari tiduranya. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena pikirannya selalu terpaku pada Panji. Lelaki yang memintanya untuk menjadi pelayannya.
"Maksudnya apa? Hanya menjadi pelayan untuk menyiapkan semua kebutuhannya saja kan? Tapi ... Kenapa tadi malam ia mencium Maura?" tanya Maura pada dirinya sendiri.
Maura mencoba turun dari tempat tidur dan belajar untuk menapak kembali. Ia mencoba berjalan di sekitar kamar.
"Syukurlah, Kaki Maura tidak apa- apa. Masih bisa berjalan dan bisa bergerak, hanya perlu hati -hati dan tidaka perlu tburu -buru," ucap Mura pada dirinya kembali.
Maura masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya dengan air hangat yang mengucur dari shower. Tubuhnya yang putih, bersih dan dan padat berisi itu pun mulai di beri busa pembersih yang begitu harum.
Tak lama, Maura pun keluar dengan handuk piyama yang ada di kamar mandi dan rambut yang di ditutu dan di gelung dengan handuk. Maura membawa pakaian kotornya ke belakang untuk mencari Mbok Surti. MAura ingin meminjam mesin cuci untuk mencuci pakaiannya.
"Non?" panggil Mbok Surti dari arah yang berlawanan hingga membuat Maura terkejut setengah mati.
"Astaga Mbok. Maura kaget sekali," ucap Maura pelan.
"Non mau kemana? Mau sarapan? Bira Mbok siapkan?" tanya Mbok Surti pelan.
"Maura mau numpang cuci pakaian. Maura gak ada pakaian ganti, kalau bisa langsung di keringkan biar bisa di pakai lagi. Ada mesin cuci Mbok?" tanya Maura pelan.
"Oh .. Mesin cuci ada. Sini biar Mbok yang cuci dan keringkan. Non tunggu saja di ruang tengha," titah Mbok Surti pelan sambil berjalan menuju dapur untuk meletakkan belanjaannya.
"Emm ... Biar Maura sendiri saja Mbok. Maura bisa kok," ucap Maura sambil mendekap pakaian kotor di dadanya.
"Gak apa -apa Non. Mesin cucinya ada di belakang. Kasihan Non. Lebih baik Non, minum kopi sambil bersantai di teras samping," titah Mbok Surti pelan.
Maura menatap plastik belanjaan. Mungkin lebih baik ia memasak dan menyiapkan makanan untuk sarapan pagi.
"Oke. Mbok Surti cuci pakaian Maura. Tapi ijinkan Maura yang memasak untuk sarapan pagi. Bagaimana?" tanya Maura pelan.
"Non bisa masak?" tanya Mbok Surti yang agak kurang percaya.
"Bisa dong Mbok. Maura kan perempuan, pasti bisa memasak," jawab Maura meyakinkan.
"Bukan begitu Non. Tuan Panji itu agak rewel kalau soal makanan. Lidahnya terlalu senitif," ucap Mbok Surti berusaha jujur. Mbok Surti hanya tidak ingin ia di salahkan.
"Tuan PAnji suka makanan apa untuk sarapan?" tanya Maura pelan dan emncoba mencari tahu.
"Tuan Panji suka semua makanan yang enak. Tapi, ia tidak suka dengan bawang bombay," ucap Mbok Surti menjelaskan.
"Hanya bawang bombay? Ada makanan lain yang tidak dia suka?" tanya Maura kembali.
"Tidak ada. Semuanya suka tapi semua makanan enak. Jika tidak enak, ia akan membuang semua makanannya tanpa terkecuali," ucap Mbok Surti mengingatkan.
"Oke. Maura akan masak tanpa bawang bombay. Serahkan pada Maura," ucap MAura dengan pnuh keyakinan.
Maura merasa memasak adalah hal yang mudah, karena Maura suka sekali memasak.
Mbok Surti sudah ke belakang untuk mencuci pakaian Maura dan Maura mulai berkutat dengan bahan makanan dan peralatan dapur.
Ia membuka tas belanjaan yang tadi di letkan di meja dapur. Ia mengamati semua bhaan makanan yang di beli Mbok Surti. Pagi ini sepertinya membuat omlete dengan nasi goreng spesial pakai keju mozarella.
Tak membutuhkan waktu lama, Maura sudah memotong semua bahan. Bawang merah, bawang putih, cabe yang sudah di haluskan. Campuran bakso, sosis, telur kocok, udang, cumi.
Maura dengan asyik melakukan hobbynya itu. Sampai tak sadar ada yang duduk di balik meja dapur melihat gerak geriknya yang cekatan dalam memasak.
Sudah sepuluh menit Panji duduk di dapur menatap punggung Maura yang tak terganggu sedikit pun. Panji terbangun karena aroma wangi yang menusuk hidungnya.
Maura mengambil piring besar dan memindahkan nasi goreng yang teah matang itu ke dalam piring besar. Lalu ia memberikan keju mozarella di atasnya dan sayuran untuk menambah cntik hiasan di piring besar itu. Maura melanjutkan kembali membuat omlete spesial. Ini adalah resep masakan yang paling ia sukai.
Semua sudah matang, Maura meletakkan kedua piring itu di dekat kompor. Ia lalu melepas handuk yang ada di kepalanya dan merapikan rambutnya dengan jari -jari cantiknya.
"Saya lapar dan ingin makan. Bukan melihat rambutmu yang masih basah itu, saya bisa kenyang," ucap Panji dengan suara lantang yang mengagetkan Maura.
"Tuan Panji? Sejak kapan tuan berada di sana?" tanya Maura yang panik dan gelagapan. Ia langsung menutup rambutnya kembali dan merapikan handuk piyamanya yang sedikit terbuka.
"Siapkan makanan di teras samping. Saya tunggu di sana,"titah Panji dengan lantang.
Panji segera pergi dari dapur menuju teras samping villa. Di sana ada saung kecil yang biasa di gunakan untuk bersantai. Saung itu adalah tempat favorit Panji.
Maura yang masih terkejut pun langsung mengambil kedua piring yang berisi masakannya. Ia juga meyiapkan dua piring kosong dan dua gelas serta satu teko air putih. Satu lagi, Maura menyiapkan kopi terenak buatannya.
Satu nampan besar telah tertata rapi kebutuhan sarapan di saung. Pelan sekali Maura membawanya takut tumpah dan terjatuh.
Panji sudah duduk bersandar sambil menatap Maura yang terlihat cantik alami. Seketika Panji melupakan Anetha, perempuan yang akan di jodohkan dengannya.
"Silahkan di nikmati," ucap Maura dengan lembut. Ia menyiapkan piring kosong untuk Panji dan mengisi piring kosong itu dengan nasi goreng buatannya. Tidak lupa kopi dan air putih juga di letakkan di meja yang sama.
"Terima kasih. Kamu sepertinya sudah mulai tahu tugas menjadi pelayan saya?" ucap Panji santai sambil mengaduk nasi goreng yanag masih panas itu.
Dari aromanya sangat wangi. Tentu rasanya juga akan se -enak aromannya.
"Mana listnya?" tanya Maura sambil menegadahkan telapak tangannya.
"Nanti. saya sudah lapar. Habis ini, kita pergi dari sini. Saya tidak ingin keluarga saya thau tentang kamu," ucap Panji ketus.
Satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Panji. Panji terdiam dan merasakan betapa enak nasi goreng di dalm mulutnya saat ini. Perpaduan semua bumbu terasa dalam rasa yang menyatu. Ada rasa ikhlas, rasa tulus, dan rasa ... Ya, Ini seperti ada rasa cinta.
"Enak tuan?" tanya Maura yang agak ragu.
"Tidak." jawab Panji ketus. Ia sengaja berbohong agar Maura tetap merasa bersalah dan tetap berhutang budi pada dirinya.
"Tidak enak? Memangnya kurang apa?" tanya Maura kemudian. Ia rasa tadi semua masakannya dnegan rasa yang pas. kenapa ini di nilai tidak enak. Salahnya di bagian mana? batin Maura di dalam hatinya.