16

1124 Kata
Siang ini, Panji dan Maura pergi berbelanja di sekitar area gedung apartemen. Di lantai dua gedung itu adalah pusat perbelanjaan. Semua barang ad di sana, jadi tidak perlu pergi dari gedung itu mereka sudah bisa membeli semua kebutuhan mereka. "Pilihlah apa yang kamu suka, apa yang kamu butuhkan, dan apa yang kamu inginkan. Jadi jangan ragu untuk mengambil, karena smeuanya aku yang membayar. Satu lagi, aku ingin kamu tetap memasak untuk aku Jadi beli lah bahan makanan yang banyak, aku sangat suka sekali makan," titah Panji sambil mendorong kereta belanja. "Belanja bahan makanan? Maura harus masak setiap saat? Bukankah tuan bilang masakan Maura tidak enak?" tanya Maura pelan. "Memang tidak enak. Tapi mau bagaimana lagi? Dari pada aku tak makan?" ucap Panji pelan sambil menatap beberapa sayur -sayuran di rak pendingin supermarket. "Tidak enak ya?" tanya Maura mencubit Panji dengan kesal. "Argh ... Kok di cubit sih?" tanya Panji pelan. "Lagian kenapa harus bilang tidak enak. Padahal dari tadi Maura lihat semua makanan itu ludes," ucap Maura pelan.. "Aku lapar Maura sayang," jawab Panji tertawa kras. Maura pun mengambil beberapa sayuran, ia sudah memikirkan akan memasak apa saja selama beberapa hari ke depan. Lalu, Maura mengambil beberapa daging, ayam, ikan, cumi, udang dan kepiting. "Kamu bisa masak kepiting?" tanya PAnji yang sedikit heran. Maura mengangguk pelan sambil memilih buah -buahan yang tentu ia suka. "Bisa dong," jawab Maura. Ia lalu mengambil telur sebanyak tiga kilo. MAura berjalan lagi menuju arah bumbu masak. Semua bahan yang ia butuhkan sudah masuk ke adalm keranjang. Tidak hanya itu, cemilan, minuman, kopi, teh, gula. Selanjutnya, Maura membeli beberapa pakaian untuk ganti. PAnji menyarankan untuk membeli seperlunya dulu. Nanti ia akan mengajak Maura ke tempat lain untuk memilih pakaian yang lebih bagus. "Kamu tidak beli alat make up? Tas? sepatu?" tanya Panji pelan. "Apakah aku harus ikut pergi?" tanya Maura pelan. "Iya. Maka itu jangan membuatku malu," ucap Panji pelan. Maura pun membeli beberapa alat kecantikan dan beberapa perlngkapan yang menunjang. "Maura ...." panggil Panji pelan. "Ya? Gimana tuan?" jawab MAura pelan. "Berhenti memanggilku dengan sebutan tuan. Cari panggilan lain yang lebih baik dan lebih manusiawi di dengar," titah Panji pelan. "Apa? Maura harus emmanggil tuan dengan sebutan apa? Pak? Bos? Apa dong?" tanya Maura bingung. Keduanya sama -sama mendorong kereta belanja menuju kasir. "Panggil aku dengan sebutan Mas. Bisa?" tanya Panji pelan. "Bisa tuan, eh Mas," ucap Maura pelan. Hari ini benar -benar menjadi hari yang sibuk bagi Maura dan Panji Maura merapikan seluruh bahan makanan di rak penyimpan makanan dan lemari pendingin. Panji sendiri duduk manis di sofa sambil menonton TV dan memainkan ponselnya. Hari semakin siang, Maura sudah mulai memasak untuk makan siang. Ia melirik ke arah Panji yang masih duduk di posisi semula bahkan ia melihat PAnji seperti sedang bingung. Satu per satu masakan yang telah matang di letakkan di meja makan. Maura membuat makanan penutup berupa es buah dengan jelly. "Mas Panji ...." panggil Maura dari arah dapur bersihnya. Panji pun menoleh ke arah dapur, ia melihat Maura melambaikan tangannya dan di ikuti roma harum masakan yang belumpernah ia cium sebelumnya. Panji semakin penasaran dengan kelebihan Maura. Ia pun bergegas bangkit dan menghampiri meja makan yang sudah penuh dengan menu makanan. "Ayo kita makan. Mas Panji mau makan apa?" tanya Maura pelan. "Cah kakung, udang saos keju, cumi bakar sambal matah. Tiga menu yang paling aku suka," jawab Panji dengan melebarkan senyumnya. Dengan cepat Maura pun mengambilkan menu makanan yang di sebutkan Panji. Ia teringat, bahwa ia harus profesional karena ia sekarang telah bekerja pada Panji menjadi seorang pelayan. Panji menerima satu piring penuh dengan menu makanan kesukaannya. Tanpa pikir panjang, ia segera melahap semua makanan itu ke dalam mulutnya. Aroma wangi itu nyata benar, karena masakan Maura sesuai dengan ekspektasinya tadi. Maura pelan melahap makannanya. Ia malah kagum melihat Panji yang begitu antusia dan semangat makan semua masakannya. "Enak Mas?" tanya maura pelan. "Gak enak. Aku lapar," jawab Panji singkat. Maura hanya berdecak kesal. Kenapa tak ada satu pun masakannya yang di puji oleh Panji. Semua masakannya selalu d bilang tidak enak, tapi semua makanan habis tak bersisa. Maura tidak mau berdebat, ia lebih suka diam dan tak banyak bicara. Maura sadar diri dia hanya di anggap pelayan dan tidak lebih. Karena perjanjian mereka cukup jelas. "Aku setelah ini pergi dulu ya. Nanti malam aku kembali. Kamu mau pakai kamar yang mana?" tanya Panji pelan. "Mas Panji menginap juga?" tanya Maura pelan. Panji mengangguk pelan. "Ya. Aku mau ambil pakaian aku lalu aku bawa ke sini," jawab Panji santai. "Maura di kamar yang kecil saja," jawab Maura pelan. "Kenapa gak sekamar saja?" tanya Pnji pelan. "Hah? Se -kamar? Gak Mas. jangan mengulang kesalhan," ucap Maura pelan. Maura membereskan piring kotor dan membawanya ke wastafel. "Oke. Siapkan kamarku dnegan baik. Mulai hari ini kita tinggal satu atap hanya berbeda kamar. Kamu harus bisa menjaga privasi aku, sebagai ...." ucpan Panji pun terhenti sambil menatap Maura. "Sebagai apa? Majikan Maura kan?" tanya Maura meluruskan. "Aku tidak ingin begitu. Kita bisa jadi teman, atau sahabat, bukan ada penghalang karena suatu perbedaan," ucap Panji pelan menjelaskan. "Maksudnya apa?" tanya Maura bingung. "Nanti malam. Aku janji akan menceritakan siapa aku dan aku harap, kamu juga bicara jujur tentang dirimu," ucap Panji pelan. "Baik. Yang jelas aku bukan wanita malam seperti yang Mas Panji duga. Aku di jual," ucap Maura masih tetap kekeh menjelaslan. Ia hanya meyakinkan saja agar Panji bisa mengerti. "Ya. Bukti noda merah itu adalah suatu fakta kalau kamu memang bukan gadis malam. Aku percaya," ucap panji pelan. Maura hanya mengangguk kecil dan menunduk pasrah. "Kenapa? Kok sedih?" tanya Panji pelan. "Gak apa -apa Mas. Maura hanya masih teringat kejadian malam itu. Maura tak habis pikir, kalau Ayah tega melakukan ini semua kepada Maura," ucap Maura menhan rasa kecewanya. "Sudahlah Maura. Tidak usah kamu pikirkan masalah. Aku hanya ingin kamu lebih memiliki semangat hidup lagi. Bukan malah terpuruk karena kejadian itu. Aku juga mau minta maaf, karena sudah merusak tubuhmu di malam itu," ucap Panji pelan. Entah kenapa, Panji merasa bersalah hingga saat ini. Perlahan ia melupakan Anetha. Wanita yang akan ia nikahi beberapa hari lagi. "Maura hanya ingin kerja. Punya uang, bisa hidup layaknya orng -orang. Hanya itu, tidak ada cita -cita lain," ucap Maura menjelasakan dnegan senyum kecut. "Kamu butuh uang berapa?" tanay Panji pelan kepada Maura. "Uang untuk apa?" tanya Maura yang malah bingung. "Ya, Kamu punya uang untuk apa?" tanya Panji kemudian. "Semua kebutuhanku sudah terpenuhi. Apalagi yang Maura inginkan? Tidak ada. Tempat tinggal, fasilitas, makanan, minuman, pakaian, smeua sudah Maura dapatkan," ucap Maura pelan. "Kalau kamu butuh sesuatu atau menginginkan sesuatu, bicara padaku. Aku akan berikan semampu aku," ucap Panji pelan. "Iya Mas Panji," jawab Maura lirih. Maura malah merasa tidak enak dengan kondisi ini. Panji ternyata adalah orang yang baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN