Pagi ini semua orang yang berada di hotel sibuk. Anetha yang sejak pagi sibuk di kerubuti oleh beberapa orang yang mendandaninyahingga terlihat cantik dan pangling.
Panji yang bangun lebih siang pun terlihat santai dan tanpa beban. Ia bergegas menuju kamar mandi untuk mandi dan segera memakai setelan jas lengkap yang sudah di siapkan oleh Mama Rika.
Tadi malam Panji tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya melayng memikirkan Maura yang ia tinggal sendirian di apartemen. Permasalahannya, PAnji tak memberikan uang untuk bekal Maura. Maura hanya bisa bertahan hidup dengan apa yang ia miliki di Apartmen.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Semua para tamu undangan sudah duduk di tempat yang telah di sediakan. Kedua orang tua Anetha da kedua orang tua Panji pun sudah duduk di kursi khusus di bagian orang tua. Papa Marco sebagai wali nikah Anetha pun sudah duduk bersama dengan penghulu di meja khusus.
Panji masuk ke dalam ruangan aula ballroom hotel sendiri. Langkahnya cepat menuju meja khusus itu untuk melakukan ijab kabul.
Anetha masih di dalam kamar khusus menunggu panggilan setelah selesai pengucapan ijab kabul Panji.
Panji sudah duduk di depan penghulu dan di depan Papa Marco. Satai sekali seperti tak ada beban, tidak gugup sama sekali.
"Sudah siap? Bisa kita mulai acara pengucapan ijab kabulnya?" tanya Penghulu kepada Panji.
"Bisa," jawab Panji singkat.
Kini giliran Papa Marco yang angkat bicara. Papa Marco memberikan sedikit wejangan sebelum akhirnya memberikan kewenangan penuh kepada penghulu untuk menjadi wali anak perempuannya.
"Baik kita mulai ijab kabulnya," ucap Penghulu itu peln.
Paji hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau ananda Panji Ksatria Pamungkas dengan putri saya yang bernama Anetha Lukman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan senilai satu milyar di bayar tunai," ucap penghulu itu dengan suara keras.
Lalu, Panji mengucap ikrar ijab kabul itu dengan suara lantang.
"Saya terima nikah dan kawinnya Anetha Lukman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan senilai satu milyar di bayar tunai," ucap Panji tanpa ada jeda dan tanpa ada kesalahan.
"SAH?" tanya penghulu kepada semua tamu undangan.
"SAH ...." teriak semua oranh yang ada di ballroom itu dengan senyum bahagia. APalai dua keluarga besar sebagai pengusaha ternama di negeri itu, keduanya telah bersatu menjadi besan.
Panji terdiam menatap Papa Marco yang terlihat sangat bahagia dengan pernikahan ini.
Anetha di bawa ke arah depan ballroom oleh Mamanya menuju meja akad untuk di sandingkan dengan Panji.
"Kalia sekarang sudah menjadi pasangan yang SAH dan sudah resmi menjadi suami dan istri. Semua tanggung jawab kami terhadap Anetha beralih kepada kamu, Panji. Jaga Anetha dengan baik seperti kami merawat Anetha dari bayi hingga dewasa ini," ucap Mama Anetha lembut kepada Panji.
Panji hanya mengangguk kecil kepada Mama Anetha. Anetha sudah duduk di kursi pelaminan, mereka sudah di sandingkan berdua.
Anetha mengatur tubuhnya agar menghadap Panji dan menarik tangan Panji dan di cium punggung tangan itu dengan sopan. Tapi, Panji tak membalas dengan mengecup kening Anetha sebagai simbol telah menerima Anetha sebagai istrinya.
Kini keduanya sudah berada di pelaminan untuk mengikuti acara resepsi pernikahan yang telah di buat oleh Mama Rika. Pesta perkawinan yang sangat mewah, bukan hanya karena pest aprkawinan itu di lakukan di ballroom hotel tapi smeua acara tersebut di buat berbeda dengan yang lain. Mulai dari desain undangan yang telah di sebar dua minggu lalu, desain baju pengantin Anetha yang super mewah dan super mahal.
Anetha dan Panji menyalami semua orang yang naik ke pelaminan untuk memberikan ucapan selamat berbahagia. Senyum Anetha begitu terlihat lebar karena bahagia. Kemarin ia memang sempat ragu dengan Panji, tapi hari ini Anetha menjadi yakin setelah pernikahan ini.
Panji terlihat biasa dan tak ada ekspresi sama sekali.
Hari yang begitu melelahkan bagi sepasang pengantin ini. Keduanya sudah berada di kamar pengantin yang cantik. Panji sudah merebahkan tubuhnya di kasur tanpa mengganti pakaiannya. Alas kakinya sudah di lepaskan dan ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur pengantin. Anetha masih sibuk melepaskan semua pernak pernik yang menempel di kepalanya. Mengganti baju pengantinnya dengan baju tidur yang amat tipis.
Seperti yang di ketahui oleh Anetha. Malam pertama adalah malam yang di tunggu oleh pasangan pengantin.
"Kamu gak ganti baju?" Tanya Anetha yang hanya memakai pakaian tipis.
Nampak di dalamnya terlihat polos dan sangat menggoda. Panji membuka kedua matanya perlahan. Ia sama sekali tak nafsu melihat Anetha. Ada kekecewaan tersendiri di hati Panji yang membuat panji sama sekali tak suka pada Anetha.
"Gak. Aku biasa begini," ucap Panji ketus.
"Kita sudah suami istri, Panji," ucap Anetha mengingatkan.
"Terus? Kalau sudah suami istri kenapa?" tanya Panji terlihat tak suka.
"Kamu tak menginginkan aku? Tak mau tidur denganku?" tanya Anetha bingung. Pertanyaan Panji terkesan tak wajar.
Panji menatap Anetha lekat dan tajam. Anethamemang cantik dan memakai pakaian yang begitu seksi dan tipis itu seharusnya membuat setiap orang yang melihat b*******h. Namun, tidak seperti itu ternyata. Panji tetap biasa saja, dan tak nampak menginginkan Anetha sedikit pun.
"Gak," jawab Panji singkat dan ketus.
"Memang aku kurang cantik? Kurang seksi? Dulu kamu begitu memujaku Panji?" teriak Anetha tak percaya dengan sikap dingin Panji.
"Itu dulu Anetha. Dulu memang aku menyukaimu, aku amat mencintaimu. Tapi kamu tidak mau serius dengan aku, bukan? Kamu selalu mencari pria kaya untuk dekat denganmu. Kau kira aku tidak tahu. Kau ada main dengan Brian?" tanya Panji kalem.
Ucapan Panji begitu menusuk d**a Anetha. Ia kaget bukan main, kenapa Panji bisa tahu tentang kedekatannya dengan Brian. Anetha terlihat cemas dan gugup.
"Kenapa diam? Kaget ya? Aku tahu semuanya. Brian memang sahabatku sejak SMA, tapi ia selalu menginginkan berada di posisi aku, termasuk menginginkan kamu. Dan kamu berhasil di miliki oleh Brian. Aku gak tahu, apa yang kalian lakukan di belakang aku, hingga akhirnya kamu malah membujuk aku untuk segera menikahi kamu. Pasti ada sesuatu yang jangga," ucap Panji ketus.
Anetha membalas tatapan Panji. Kedua matanya memerah, dan keningnya mulai berair di penuhi oleh keringat.
"Kamu menuduh aku berbuat aneh -aneh dengan Brian?" tanya Anetha pelan.
"Gak. Kapan aku menuduh kamu? Sama sekali gak," ucap Panji pelan.
"Saya perempuan baik -baik Panji. Saya tidak mungkin melakukan hal se -hina itu," ucap Anetha kesal.
"Tunjukkan kalau kamu baik," jawab Panji pelan.
"Seharusnya kamu yang bersyukur Panji. Aku bisa menerima kamu yang sudah meniduri wanita malam. AKu juga tida tahu, kamu tertular penyakit atau tidak? Dan aku menerima kamu tulus dan memaafkan kamu dnegan ikhlas. Seharusnya kamu paham," ucap Anetha yang kembali mengungkit masalah itu.
Panji duduk dan makin nyalang menatap Anetha.
"Cepat atau lambat. Aku akan menguak kebusukkan kalian. Aku tahu dan sadar, kamu ada di balik rencana ini. Kamu sengaja ingin menghancurkan aku, bukan?" ucap Panji pelan.
"Persetan kamu Panji," teriak Anetha benci.
Panji tak mau berdebat lebih lanjut. Ia pergi begitu saja meninggalkan Anetha di kamar pengantin. Panji keluar dari rumah dan pergi menuju bar. Kepalany benar -benar pusing dan pening. Ia sendiri tak pernah menyangka atas kejahatan Brian dan Anetha. Walaupun ia belum cukup bukti, tapi orang yang memeberi tahu ini adalah orang yang bisa di percaya.