Tapi rasanya tidak mungkin Bian berdiri kaku di depan mesin kopi bandara. Suara ramai orang yang lalu - lalang seolah menghilang. Matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan foto itu. Jantungnya berdentum cepat, seperti baru saja ada bom waktu yang meledak di dadanya. "Nadira?" gumamnya nyaris tak terdengar. Rasa tak percaya foto yang ada ditangannya ini dikirim oleh Papapnya, bukan hasil forward, tapi orangnya juga disana. Kapan papapnya ke Bali? Bian memang tidak tahu menahu schedule papapnya, mereka memang sangat jarang bertemu di bandara. Tapi kan tadi malam papapnya tahu kalau keluarga Clarissa mau ke Bali menjenguk Nadira, tapi tidak ada komentar apa-apa... Kenapa sekarang mereka sama-sama? Bian menahan napas. Rasanya udara sekitar mendadak menipis. Sosok itu nyata, jelas

