Pernikahan Sederhana

1200 Kata
Di sebuah gereja letaknya dekat dengan Sanatorium Harapan Utama, Sofia dan Damian melangsungkan pernikahan sederhana yang bahkan tidak dihadiri siapa pun kecuali Laras yang mengaku sebagai teman dekat pria itu, juga Margareth yang semalam terbang dari Perancis. Wanita berdarah campuran itu sesungguhnya merasa iba dengan nasib Sofia yang menurutnya sedang dibodohi oleh Damian Hakim, Direktur Utama di sanatorium tersebut. Sudah dihamili, sekarang dinikahi dengan diam-diam tanpa mengundang tamu, bahkan kenalan atau rekan kerja. Jangankan tamu, dekorasi pun tidak ada. Laras sesungguhnya tidak ingin melihat semua ini, tetapi dengan memegang janji yang Damian katakan, dia memaksa diri untuk menghadiri pernikahan kekasihnya sendiri dengan wanita lain. Kedua mempelai itu bertukar cincin, mengucapkan janji sehidup semati yang tidak akan bisa Damian tepati. Pria itu sudah bertekad untuk menjadi seorang pria yang menikahi istrinya tidak lebih dari satu tahun, hanya sampai anak Fabian lahir. “Maaf aku tidak bisa memberimu pernikahan yang indah,” kata Damian setelah memakaikan cincin di jari manis Sofia yang kini mengangguk. “Ada banyak hal yang memaks–” “Aku mengerti. Tidak masalah juga untukku,” sela wanita itu. Dia kemudian menolehkan kepala dan menatap Margareth yang mengulas senyum. “Lagipula satu-satunya orang yang harus hadir di pernikahanku sudah datang.” “Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik.” Sofia kembali menatap Damian, kemudian tersenyum pada pria itu. Dia sendiri merasa bodoh lantaran menerima lamaran dari seseorang yang menghamilinya, juga mencampakkan dirinya hingga membuatnya hampir menggugurkan kandungan. Namun, sekali lagi, dia ingin mencoba mencari kebahagiaan dengan laki-laki yang baru saja memakaikan cincin di jarinya. “Kalau begitu temui temanmu. Aku harus bicara sesuatu dengan Laras soal pekerjaan.” Tanpa menunggu jawaban Sofia, Damian beranjak pergi meninggalkan wanita itu di depan mimbar tempat pendeta meresmikan pernikahan mereka. Meski tampak kecewa, Sofia mencoba menepis perasaannya dan menghampiri Margareth yang terlihat sedang menyeka air mata. Kedua wanita itu berpelukan cukup lama hingga suara isak tangis terdengar memenuhi ruangan tersebut. Margareth merasa terharu sebab pada akhirnya Sofia bertemu dan menikah dengan seseorang yang dicarinya. “Aku sedih sekali kenapa kamu menikah dengan cara seperti ini,” ujar Margareth di sela-sela isak tangisnya. “Tidak ada dekorasi, tidak ada jamuan dan juga tamu. Kamu yakin kalau pria itu adalah pria yang menghamilimu?” Sofia mengangguk sambil menangis. Dia juga tertawa kecil melihat bagaimana Margareth mengungkapkan perasaannya. “Itu benar-benar dia. Dia yang aku temui di Kanada, ayah dari bayi yang aku kandung.” Di tempat lain, Damian membawa Laras ke bagian samping gereja. Pria itu sadar sekali jika sang kekasih merasa tidak rela membiarkannya menikah dengan wanita lain meski sebelumnya sudah memberi persetujuan. Seraya menggenggam tangan Laras, Damian mencoba membuat wanita itu menatap kedua matanya. “Sayang, kita sudah sepakat. Kamu tahu aku tidak akan mengingkari janji karena hanya dirimu yang paling aku cinta.” Laras masih membuang muka, tak ingin melihat wajah Damian meski ucapan pria berjas hitam tersebut membuatnya besar kepala. Namun, tetap saja apa yang sedang terjadi saat ini membuatnya marah setengah mati. “Laras, Sayangku ….” Damian menyentuh wajah Laras dan memaksanya menoleh. “Aku hanya menikahinya di depan pendeta dan juga temannya, bukan di hadapan orang-orang yang aku inginkan.” Wanita itu mengembuskan napas, kemudian mengangguk pelan sebelum mencium bibir Damian selama beberapa saat sampai perasaannya menjadi lebih baik. Setelah upacara pernikahan itu berlangsung selama kurang dari satu jam, Margareth pergi ke hotel tempatnya menginap. Sore ini dia harus terbang ke Perancis lantaran tidak bisa cuti lama. Diperbolehkan absen dua hari saja sudah bersyukur untuk menghadiri pernikahan sahabatnya. Sementara itu, Damian mengajak Sofia langsung pulang ke rumahnya setelah berdiskusi dengan Laras. Awalnya wanita itu menolak, tetapi ketika Damian berkata bahwa dia tidak akan pulang ke rumah, Laras kembali setuju. “Ini tempat tinggal kita,” kata Damian setelah mempesilakan Sofia masuk. “Kamu mungkin sedikit tidak nyaman, tapi aku akan menyediakan apa yang kamu butuhkan.” “Ini … sudah lebih dari cukup,” sahut Sofia seraya mengedarkan pandangannya ke segala arah. Apartemen berisi tiga kamar itu cukup besar dan berkelas. Desain ruangan open room membuat tempat tersebut semakin terasa luas dan nyaman. Jelas tidak ada yang membuat Sofia tidak nyaman, kecuali bingkai foto di dekat televisi yang mencuri perhatian. Ada Damian dan Laras yang terlihat sangat dekat, bahkan lebih daripada seorang teman. “Kalian berdua sepertinya punya hubungan yang jauh lebih dekat daripada dugaanku,” ujar Sofia tanpa melepas pandangan dari foto tersebut. Damian tercengang melihat foto tersebut. Dia lupa menyingkirkan benda satu itu padahal semua pakaian, sepatu dan semua barang milik Laras sudah dia singkirkan. “Ah, kami sudah berteman sejak kecil dan kami sudah seperti saudara,” kilahnya. Sofia mengangguk-angguk mengerti. Tidak seharusnya dia mencurigai suaminya seperti ini jika memang dia ingin berharap padanya. Namun, ada satu hal yang benar-benar ingin dia ketahui. “Jadi, apa karena anak ini kamu menikahi aku?” tanya Sofia dengan tekanan besar di dalam dadanya. “Kalau aku jawab iya, apa kau kecewa?” Sofia terdiam beberapa saat mendengar tanggapan Damian barusan, tetapi kemudian perempuan itu menggeleng. “Tidak. Sejujurnya aku datang mencarimu juga karena bayi ini. Jadi, aku tidak merasa kecewa sedikit pun.” Pria itu mengangguk mengerti. Setidaknya jawaban Sofia barusan tidak menambah beban hidupnya selain berpura-pura menjadi Fabian. Namun, ada satu hal lagi yang masih begitu mengganjal, yaitu tentang surat yang diberikannya kepada istri di atas kertas tersebut. Meski yakin sekali jika surat tersebut belum dibaca oleh Sofia, Damian merasa was-was jika suatu waktu perempuan itu mengetahui segalanya dan memilih pergi membawa bayi itu, satu-satunya hal yang ditinggalkan Fabian di dunia ini. “Kalau begitu tidurlah, aku harus pergi ke suatu tempat dan mengurus beberapa hal,” kata Damian sambil berbalik badan. “Aku mungkin tidak bisa pulang selama beberapa hari karena ada banyak pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan.” Sofia menatap punggung pria yang tampak dingin itu. “Ya, tidak masalah. Kamu tidak harus pulang hanya demi aku.” Tanpa membalas ucapan Sofia, Damian melangkah pergi meninggalkan wanita yang baru dinikahinya beberapa jam lalu. Ada perasaan kecewa dan sedih dalam d**a Sofia, tetapi dia tidak bisa meminta sesuatu yang lebih setelah menerima cincin pengikat di jari manisnya. Meski merasa tidak lagi berarti di mata Damian, hidup dengan menjadi istrinya saja sudah cukup. Dia tidak perlu lagi mengkhawatirkan soal menggugurkan bayi dan yang pasti … dia bisa bersama dengan pria itu. Meninggalkan wanita yang seharusnya dijaga, Damian menemui Laras yang sedang tidak terlihat baik-baik saja. Wanita itu banyak murung, tidak peduli jika besok pagi dia harus bangun pagi-pagi sekali untuk melakukan pemotretan. Pernikahan Damian memang hanya bersifat sementara, tetapi wanita bernama Sofia itu tidak tahu apa pun dan tetap menganggap bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang spesial dan harus dijaga sampai mati. Wanita bertubuh tinggi itu berjalan mendekati pintu sambil memegang segelas anggur saat tahu seseorang masuk ke apartemennya. Memakai gaun tidur warna hitam dengan belahan d**a rendah, Laras menunggu kedatangan Damian yang masih memakai pakaian sama yang digunakan untuk menikah tadi. Lantas, diletakkannya gelas tersebut sebelum akhirnya menghampiri Damian dan melepas satu persatu pakaian yang pria itu kenakan. “Berani-beraninya kamu datang menemui aku dengan cara seperti ini!” Laras menggertak masih dengan melucuti pakaian kekasihnya. “Jangan lagi-lagi kamu datang tanpa mengganti apa yang kamu pakai untuk bertemu dengan wanita itu!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN