Mobil Arsa memasuki sebuah halaman luas. Ia menyerngitkan alis ketika tak menemukan bangunan apapun, selain lahan parkir yang ditempati oleh kendaraan Abangnya. “Kamu yakin Pak Dipta kirim lokasinya ke sini?” tanya Arsa bingung. “Betul Pak. Mobil Pak Dipta juga ada di sini kalau-kalau Bapak pikir saya menyesatkan.” Arsa tak mau membuat keributan dan pertengkaran baru. Ia harus memastikan Fadli bersikap senormal mungkin. Kembali pada settingan awal laki-laki itu sebelum insiden pagi tadi menyapa keprofesionalitasan mereka. “Saya parkir di samping mobil Pak Dipta saja.” “Baik Pak. Saya ikut saja karena Pak Arsa bosnya di sini.” Benar juga! Arsa tidak berpikir ke arah sana karena seluruh pikirannya hanya tertuju pada kerinduan akan wajah sang istri. “Ayo keluar!” Fadli menganggukan kep

