Dari lima asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini, tiga orang berlari menghampiri. Mereka membantuku membopong Morgan ke dalam kamar. Tanganku gemetar melihat bercak darah di baju dan juga tangan Morgan. Sebelumnya aku tidak pernah takut melihat darah, tapi kali ini, aku tidak sanggup melihatnya. Ada pilu yang menyayat hatiku. Jerry-kepala rumah tangga, segera menghubungi dokter pribadi Morgan. Selang lima belas menit, dokter Syahryl segera datang. Atas anjurannya, Morgan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Di kamar VIP ini sekarang aku menemaninya. Aku menggenggam erat jemarinya, memberinya kekuatan agar terus bertahan. “Hei, Bodoh. Jangan menangis. Aku tidak akan mati hanya karena mimisan.” Suaranya terdengar parau. Aku menghapus air mata. Entah mengapa s