Akhir pekan ini, Bayu pergi ke luar kota. Dia mengatakan pada orang rumah jika dia akan berada di luar kota untuk rapat selama tiga. Namun, karena ada hal yang harus dia persiapkan sebelum rapat, dia dan beberapa karyawan harus datang lebih dulu.
Tidak lupa juga pria itu menitipkan sekaligus menjaga orang rumahnya pada Bagas.
"Jalan ke mall, yuk." Bagas mengajak keponakannya jalan lagi. Dia memang sering menghabiskan waktu bersama Anin apabila ada waktu libur. "Ajak kak Hanna juga, mau?"
"Mau. Aku ganti baju dulu, Om?"
Gadis kecil itu menunjuk pakaian yang dia kenakan sekarang. Pakaian itu memang biasanya dipakai untuk di rumah saja.
"Boleh. Bisa ganti baju sendiri atau mau om panggilkan kak Hanna?" Pria itu berdiri merendahkan tubuhnya, menyamakan tingginya dengan Anindya.
"Mau minta tolong dipanggilkan kak Hanna. Makasih ya, Om." Gadis kecil itu tersenyum, memamerkan deretan gigi susunya yang rapi.
"Kalau gitu, kasih upahnya dulu dong, biar kuat jalan ke bawah."
"Emang Om sudah tua sampai enggak kuat jalan ke bawah?"
"Iya nih, om udah tua kayak kakek-kakek, jadi tuan putri Anindya Raharja harus mencium pipi om dulu supaya berubah jadi muda lagi." Bagas lantas berlutut di hadapan Anin.
Anindya berjalan mendekati Bagas, memberikan kecupan di pipi kiri dan kanan om kesayangannya itu.
"Sekarang sudah jadi muda lagi dong, Om?"
Bagas berdiri mengangkat kedua tangannya, memamerkan kedua lengannya yang kekar.
"Tentu saja, sekarang om bisa lari cepat ke bawah. Tunggu di sini ya tuan putri sebentar lagi kak Hanna pasti segera datang. Kalau sudah ganti baju langsung turun, ya, om tunggu di bawah."
"Ok, Om."
Bagas keluar dari kamar Anindya, berjalan ke lantai bawah untuk mencari Hanna di dapur. Perempuan itu memang sedang berada di dapur untuk melihat chef memasak.
"Hanna, saya mau ngajak Anin jalan ke mall, tolong bantu dia ganti baju terus kamu juga ikut!"
"Oh iya, Tuan, eh, Mas Bagas. Saya ke kamar non Anin sekarang. Tapi, saya enggak diajak juga enggak apa-apa kok, Mas."
Perempuan itu merasa tidak enak diajak pergi ke mall bersama majikannya karena Bagas selalu bersikap manis. Hanna khawatir jika pria itu selalu bersikap manis, dia bisa jatuh cinta pada Bagas. Dia tidak siap patah hati karena baginya pria itu terlalu sulit untuk didapatkan.
"Saya enggak terima penolakan dari kamu. Kalau sudah gantiin baju Anin, kamu juga ganti baju yang bagusan, ok?"
"Tapi, saya mau di rumah aja, Tuan, eh, Mas."
"Kamu sudah lupa sama ucapan saya yang barusan? Saya enggak terima penolakan."
Hanna menghela napas. Adik dari majikannya itu terkadang mirip dengan majikannya, suka memaksa, tetapi Bagas tetap terlihat baik di matanya.
"Baik, Mas. Saya ke kamar non Anin dulu." Perempuan itu terpaksa menuruti ajakan Bagas.
Dia berjalan menuju kamar Anindya. Senyuman mengembang di bibirnya. Sudah dipastikan penyebab senyuman itu adalah Bagas. Perempuan itu merasa senang diajak pergi bersama. Dia merasa dihargai dan dianggap di sana. Tidak seperti jika bertemu dengan majikannya, Hanna merasa bodoh, tidak becus dan selalu melakukan kesalahan di mata Bayu.
"Kenapa sih harus inget terus sama tuan Bayu? Lagi pengen ngerasa seneng jadi gagal karena kesel sama tuan Bayu," gumam Hanna.
Pintu kamar Anin dia buka setelah dia ketuk beberapa kali. Hanna masuk kamar dan tersenyum pada majikan kecilnya itu.
"Non Anin mau pergi lagi sama Mas Bagas, ya?" Dia berjalan ke arah lemari untuk mencari pakaian yang akan Anin kenakan.
"Iya, Kak Hanna."
"Mau pakai baju apa? Biar kakak ambilkan."
"Tolong ambilkan dress warna pink itu, Kak sama celana legging hitam." Anin ingin terlihat cantik dan feminim dengan memakai dress.
"Ok."
Hanna mengambilkan pakaian yang diminta Anin dan meletakkannya di atas ranjang.
"Non Anin kok bisa semanis ini sih? Siapa yang ngajarin?"
Hanna penasaran dengan sikap Anin yang selalu terlihat baik dan ramah. Tidak seperti papanya yang dingin dan arogan itu.
"Tuh kan, kenapa harus inget tuan Bayu lagi sih? Semoga aja dia keselek pas minum air karena aku inget dia terus. Memang nyebelin orang satu itu!"
Anindya mengembangkan senyum. "Om Bagas yang ngajarin. Tapi, papa juga selalu ngajarin untuk selalu ramah sama orang lain. Kenapa, Kak?"
"Oh, enggak, bagus dong Non Anin diajarin yang baik sama om dan papanya."
"Omnya sih baik, tapi papanya itu nyebelin. Tolong tuan Bayu, jangan muncul di pikiran saya lagi!"
Anindya sudah selesai berganti pakaian. Dia mengajak Hanna turun menuju ruang tengah.
"Tunggu sebentar ya, Mas Bagas, Non Anin, saya ganti baju dulu. Enggak lama kok, enggak sampe sepuluh menit, lima menit deh."
Hanna berlari ke kamarnya, dia tidak ingin membiarkan kedua orang itu menunggu lama. Sampai di kamar, perempuan itu mencomot baju yang agak bagus untuk dipakai pergi ke mall. Selesai berganti pakaian, dia sempatkan untuk menyisir rambut agar tidak terlihat berantakan. Hanna hanya punya bedak untuk wajahnya, itu pun bedak bayi bukan bedak padat. Dia berlari lagi ke ruang tengah.
"Ayo jalan sekarang!"
***
Tiba di mall, Bagas bertanya pada Anin tujuan pertama mereka. Gadis kecil itu mengajak ke toko aksesoris. Toko favorit Anin.
"Wajar sih aksesoris rambut non Anin banyak di meja riasnya, ternyata dia suka ke toko ini," gumamnya saat mereka tiba di toko aksesoris.
Anindya berkeliling toko sambil memiliki beberapa bando, tali rambut dan aksesoris lain di sana.
"Kak Hanna, sini deh." Dia memanggil pengasuhnya mendekat.
Hanna mendekat pada Anindya. Melihat aksesoris yang sedang dipilih majikan kecilnya itu.
Tiba-tiba saja Anindya memberikan beberapa tali rambut untuk Hanna.
"Ini semua buat Kakak, tapi dibayar dulu aja deh baru dikasih ke Kakak. Om kalau beliin kak Hanna tali rambut boleh, kan?"
"Boleh. Beli aja yang banyak."
"Ok."
Anindya mengambil kembali semua tali rambut yang sudah dia berikan pada Hanna untuk dibayar lebih dulu.
Bagas mengeluarkan ponsel dari saku. Dia menerima panggilan dari Bayu.
"Iya, Mas? Ada apa?"
"Kamu lagi di mana? Anin sudah sarapan, kan?"
"Tadi Anin sudah sarapan kok, sekarang lagi di mall, di toko aksesoris."
"Oh, ok. Kamu pergi berdua aja sama Anin?"
"Enggak, aku ngajak Hanna juga. Kenapa, Mas?"
"Kebetulan banget kamu ngajak Hanna, tolong beliin dia pakaian baru, apa aja yang dia suka kamu belikan. Kalau dia butuh aksesoris rambut juga belikan juga."
Bagas menatap Hanna sambil mengerutkan dahi. "Ada yang salah ini sama mas Bayu," batinnya.
"Ok. Tapi apa enggak sebaiknya Mas juga bilang ke orangnya langsung, supaya nanti dia enggak nolak."
"Berikan HP-mu pada Hanna."
Bagas memberikan ponselnya pada Hanna. "Mas Bayu mau ngomong sama kamu."
Perempuan itu mengangguk. Dia menerima ponsel Bagas dan bicara dengan majikannya.
"Iya, Tuan, ada apa?"
"Hanna, kamu harus beli beberapa baju baru di sana. Terserah kamu mau ambil yang mana, nanti Bagas yang bayar. Ok?"
"Eh, enggak usah, Tuan. Baju saya masih cukup dan masih kayak dipakai kok."
"Tumben banget tuan Bayu," batin Hanna.
"Kamu beli saja beberapa baju yang baru, mau beli aksesoris rambut juga ambil aja yang kamu suka."
"Enggak deh, Tuan. Terima kasih untuk tawarannya. Saya belum butuh baju baru."
"Berani sekali kamu menolak kebaikan saya? Turuti perintah saya atau kamu saya pecat sekarang juga!"