Dea Aku menghembuskan napas panjang untuk yang kesekian kalinya dan terus mengulanginya sampai merasa lebih tenang. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba saja jantungku jumpalitan nggak karuan setelah selesai dimake up. Rasanya aku belum siap ketemu keluarga besar Mas Danish di bawah. Bagaimana kalau mereka tidak menyukaiku? Pikiran seperti itu terus saja menghantuiku sejak dua hari yang lalu. Kreeek! Aku reflek menoleh ketika mendengar pintu dibuka dari luar. Begitu melihat siapa yang datang, untuk beberapa saat lamanya aku lupa cara bernapas. Mas Danish yang memakai stelan tuksedo tampak berpuluh kali, --ralat, beratus kali lipat lebih tampan dari biasanya. “Kamu udah siap?” tanyanya sembari mendekat kearahku. “U-udah,” jawabku sam