Dea “Nggak mau siap-siap apa, mas?” tanyaku pagi itu, ketika aku dan Mas Danish sudah satu jam lebih hanya tiduran di atas ranjang sambil sesekali ngobrol bahasan yang tidak begitu penting. “Aku ngajar siang, De. Lagipula, memangnya kamu rela aku suruh bangun sekarang?” Aku meringis, lalu menggeleng. “Bentar lagi deh, lagi posisi wenak.” “Huuu!” Mas Danish menarik hidungku agak kencang. Ngomong-ngomong, ‘posisi wenak’ yang aku maksud adalah saat ini aku sedang bersandar di d**a Mas Danish yang bidang sementara Mas Danish bersandar di kepala ranjang dengan kedua tangan melingkar di perutku. Benar-benar ya, posisi kaya gini itu nyaman banget. Belum lagi, wangi badan Mas Danish yang khas terasa sangat menenangkan buatku. Hehehe. “