Dengan sungkan, Zia masuk. Ia merasa tidak enak sebab seorang Farah sampai mau membukakan pintu untuknya. “Kita mau ke mana, Bu?” Zia kembali bertanya setelah Farah duduk sempurna. Di dekapannya, Fariz tertidur pulas. “Ada. Nanti kamu juga bakal tahu.” Mobil pun mulai melaju, membelah jalanan malam. “Kebetulan bertemu Bu Farah. Saya mau pamit dari yayasan, Bu. Terima kasih banyak atas pertolongan dan tempat tinggal yang diberikan untuk saya dan Fariz. Saat ini, saya hanya bisa berterima kasih. Untuk yang lain-lain, maaf saya belum bisa. Tapi saya janji, kalau saya sudah ada uang banyak nanti, akan saya cicil berapa uang untuk pengobatan saya dan Fariz.” “Zi, kamu bilang cicil mencicil lagi, saya pukul kamu. Saya tegaskan sekali lagi, ya, kalau pertolongan saya dan Faruq itu murni pert