“Dia itu duda, takut timbul fitnah dan–” Ucapan Anis terpotong karena ada seseorang yang masuk sambil membawa botol air minum. Dia Yuli. “Ya sudah, aku keluar dulu.” Anis pamit. Sementara Zia mengembuskan napas panjang dan meraup wajahnya dengan tangan. Di mana-mana selalu saja ada ujian. “Anis memang gitu kalau ada orang baru. Maunya hanya dia aja yang boleh dekat dengan Pak Faruq. Tapi, Pak Faruq malah menghindar saat didekati.” Yuli tertawa kecil sambil mendekati Zia. Ia sempat mendengar ultimatum Anis kepada Zia tadi. “Aku di sini hanya punya niat mencari perlindungan dan tempat tinggal. Demi Allah nggak ada niat lain, Mbak Yul. Sudah banyak di luar sana yang memusuhiku, aku nggak mau jika teman di sini ikut memusuhi dan menjauhiku,” ucap Zia dengan suara bergetar. Ia menatap gambar