Santoso hanya diam saat anaknya mengiba pelukan darinya. Pria itu kemudian berdeham. “Untuk apa kamu datang?” Alih-alih memenuhi permintaan sederhana sang putri, Santoso justru berbicara tegas cenderung pedas. Hampir saja air mata Nilna tumpah kalau tidak ditahan sekuat tenaga. Hanya bapaknya satu-satunya keluarga yang dimiliki. Namun, sekadar memeluk untuk mencari kekuatan dan kedamaian saja tidak dituruti. Apalagi jika meminta hal lebih? Pengabaian Santoso rasanya lebih sakit dari talak yang pernah diterima dari Satria. "Kenapa kamu datang setelah membuat ulah, hah?" Nilna menunduk. Semua yang terjadi memang salah, tetapi ia merasa tidak bersalah. “Ba-Bapak sehat?” Nilna mencoba mengabaikan retak di sudut hatinya. Ia berpura-pura mengalihkan bahasan. Ditatapnya kembali Santoso inte