“Kenapa kamu ke dokter kandungan? Kamu hamil?" Satria mengulang pertanyaannya. “Bukan urusanmu. Urus saja dirimu sendiri!” Saat Nilna akan melangkah, Satria mengurung Nilna dengan kedua tangan pada tembok. Wajah Satria begitu dekat, membuat Nilna kesulitan meloloskan diri. Nilna berusaha mendorong Satria, tetapi pria itu tetap tidak beranjak. "Apa maumu, Bang! Biarkan aku pergi dari sini!" "Tidak semudah itu." "Lalu apa maumu, hah?" “Aku mau ...." Satria menjeda. "Bagaimana kalau–“ Ucapan Satria terjeda lagi. Pria itu seperti ragu berkata-kata. "Kalau apa!" potong Nilna. "Ah, bukan apa-apa. Tapi kasihan sekali nasibmu. Ini pasti benih pria yang telah menodaimu. Siapa pria itu kalau aku boleh tahu?" Satria lantas terbahak-bahak. "Tertawalah sampai puas. Hina aku semaumu. Terserah.