Zia spontan mengusap air matanya dengan lengan gamis. “Pakai ini.” Pria itu kembali menawarkan saputangannya. Zia menggeleng. “Tidak usah, terima kasih. Nanti jadi kotor saputangannya.” “Nggak apa-apa, Mbak Zi. Pakailah.” Afandi kembali menawarkan. Zia kembali menolak secara halus. Saat bersamaan, ia melihat Faruq bersama perawat berjalan menuju ruangan Fariz. Kebetulan yang tepat digunakan Zia untuk beralasan pamit. “Mas Afandi, maaf sebelumnya. Saya pergi dulu, ya. Ada visit dokter kayaknya. Nggak enak kalau saya nggak ada di sana.” “Oh, iya-iya. Silakan.” “Assalamualaikum.” Tanpa membawa saputangan milik Afandi, Zia berjalan cepat menuju ruangan sang putra. Afandi menatap nanar ke saputangan yang masih ada di genggaman. Ia teringat ide Latifa sebelum menemui Zia. “Kayaknya Mas