“Alhamdulillah, Bu Latifa mau menikah sama Pak Faruq? Selamat, ya, Bu! Semoga dilancarkan semuanya!” ujar Zia antusias. Ia benar-benar ikut merasa bahagia dengan kabar itu. Wanita tersebut mengabaikan rasa getir di hati yang tiba-tiba menyelinap tak tahu diri. Rasa getir yang tidak boleh dibiarkan lama-lama bersemayam karena bisa berbahaya. “Aamiin. Terima kasih, Mbak Zia. Ini masih langkah awal. Semoga ke depannya lebih dipermudah lagi.” “Pokoknya, doa terbaik untuk Bu Latifa dan Pak Faruq.” “Ya sudah, saya ke dalam dulu, ya, Mbak.” “Iya, monggo, Bu.” Latifa masuk, tinggallah Zia sendiri di sana. Ia duduk sambil mengelap peluh yang keluar dari pelipis. Sesekali ia mengibaskan tangan ke wajah, tetapi sama sekali tidak bisa meredam gerah. Hari itu cuaca sangat terik memang. “Nggak usa