Saat mendengar perkataan orang itu, Nilna dan Lukman menoleh bersamaan. Keduanya mengembuskan napas panjang. Nilna mengepalkan tangan. Entah mengapa Rosa serupa lalat yang ada di mana-mana, selalu mengganggunya. Rosa terus berjalan melewati Nilna sambil sedikit terseok-seok. Bibir wanita itu menyungging sebelah, seolah-olah ekspresi jijik. Kakinya masih terasa sakit karena sempat terkilir ketika di kontrakan Nilna tadi. “Mas, nyari tempat lain aja gimana?” ajak Nilna. Lukman mengangguk. “Kak Nilna!” Suara Samira menginterupsi dari arah kiri Nilna. Wanita hamil itu urung melangkah. “Samira? Tadi Rosa ....” Nilna berbicara sambil menunjuk ke dalam, syarat pertanyaan. Sebuah kode tanya apakah Samira datang bersama Rosa atau tidak. “Iya. Ada Ibu dan Bang Satria juga di sini. Dia siapa, Ka